Saturday, December 31, 2005

Catatan pergantian tahun

Ditulis saat benar-benar menjelang akhir tahun. Tidak ada yang istimewa momen ini. Sama seperti hari-hari biasa yang setiap hari berlalu. Jam 12 malam, menurut kesepakatan itu berarti hari baru. Hari baru yang mungkin baru benar-benar akan dimulai pada menjelang shubuh, shubuh atau bahkan mungkin saat matahari telah terbit.

Semoga tetap bisa merenung dengan salah satu pertanyaan dari Rabb : Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Dan sekarang telah masuk 1 Januari 2005. Semoga hari yang baru ini seperti hari-hari yang lain, yang tetap menuntut untuk diisi dengan hal-hal yang lebih baik daripada hari sebelumnya.

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Wallahua'lam

Wednesday, December 28, 2005

Kanon und Gigue in D-Dur für drei Violinen und Basso Continuo

"Mas kalo memory card yang kaya ini ada nggak?"
"Wah nggak ada mas"
Pindah ke toko berikutnya.
"Ada mas. Adanya yang 256"
"Berapa mas?"
"400 ribu"
Hee, duitnya nggak cukup. Pindah ke toko berikutnya.
"Yang 128 berapa mas?"
Sip, cukup duitnya. Mission accomplished.

Balik ke kampus setelah sejaman muter-muter di BEC nyari pesenan Mbak Lina. Eh gak ding, beberapa kebutuhan lab.

Sengaja turun di gerbang depan ITB, ada sesuatu yang harus dikerjakan dulu, padahal lebih dekat kalau turun di gerbang belakang. Setelah urusan selesai, langsung menuju lab dengan jalur standar : Gerbang - Sipil - Fisika - IF - FT - Labtek Biru - TI lantai 3 (pfuih).

Dengan jalan yang dibuat lebih cepat sekalian olahraga. Keluar dari area Sipil mau masuk area Fisika ngelihat seorang cewek yang megang biola, seorang cowok yang megang gitar dan seorang cowok lagi yang lagi baca koran. Slow down, jarang-jarang ngelihat orang pegang biola di kampus. Masih jalan menunggu apa yang mau dimainin sama orang-orang ini. Lewat di depannya masih hening. Lewat beberapa langkah mereka mulai memainkan sebuah lagu. Lagi yang aku kenal. Mereka mainin Canon in D - nya Pachelbel (soundtrack blog ini;p). Gila jagoan banget. Biola plus gitar mainin aransemen Canon in D, apalagi biolanya yang emang cocok banget ama yang ada di film-film ^-^. Slow down sambil terus jalan.

Canon in D yang jadi agak sentimentil rasanya karena kebanyakan nonton My Sassy Girl made in Korea itu. Karena ini lagu cuma instrumen alias nggak ada liriknya makanya bebas interpretasi apa maksud lagunya. Lagian sampe sekarang saya belum nemuin apa maksud Pachelbel nyiptain lagu ini atau cerita di balik lagu ini, jadi wajar saja kalau ada kebebasan interpretasi disini. Menurut saya lagu ini lagu sendu dengan tempo yang cukup lambat dan beberapa bagian (nada) yang diulang-ulang, menambah kesan kalo lagu ini lagu romantis (apa karena pengaruh My Sassy Girl ya ? ;p).

Masih meneruskan jalan akhirnya sampai di lab tercinta. TI lantai 3 pfuih. Nyerahin belanjaan ke Mbak Lina. Report, mission accomplished. ^-^

Sastra oh sastra

Berbicara tentang sastra, maka ada baiknya dimulai dengan definisi dulu. Sumber yang paling mudah didapat untuk memperoleh definisi adalah dari ensiklopedia (dalam hal ini Wikipedia). Menurut Wikipedia : Sastra merupakan kata serapan dari Bahasa Sansekerta; "sastra", yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar "sas-" yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam Bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata "sastra" bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak. Sastra adalah karya seni dengan menggunakan tutur bahasa dengan susunan kata yang menarik sehingga menggugah rasa keindahan, rasa kemanusiaan dan budi pekerti.

Masih menurut Wikipedia, bentuk dari sastra antara lain puisi, drama, esai, prosa fiksi dan jenis prosa lainnya seperti filsafat, sejarah, jurnalisme dan scientific writing. Dari bentuk-bentuk sastra tersebut mungkin yang lebih kita kenal sebagai sebuah bentuk sastra adalah puisi, cerita (cerpen, novel dan sejenisnya) dan mungkin juga drama.

Akan menjadi suatu hal yang menarik manakala kita berbicara tentang karya mana yang 'berhak' dimasukkan ke dalam kategori sastra dan mana yang tidak. Jika berangkat dari kata asal dari sastra, sastra dalam bahasa Inggris disebut dengan literature yang berasal dari bahasa latin littera yang berarti karakter tulis individu atau huruf. Begitupun juga sastra dalam bahasa Indonesia yang berarti teks. Akan berbeda jika sastra diturunkan dari kata su-sastra. Su yang dalam bahasa Sansekerta dan juga Jawa berarti baik, bagus, indah. Kembali ke karya mana yang berhak menyandang predikat sastra maka akan bijak kalau dikembalikan ke asal katanya.

Jika kembali pada asal kata sastra yang berarti tulisan maka semua tulisan dapat dikategorikan sebagi sastra. Tetapi apabila sastra diidentikkan dengan tulisan yang indah maka hanya tulisan-tulisan yang 'indah' yang bisa digolongkan ke dalam sastra. Sedangkan indah sendiri pun sangat relatif bergantung kepada masing-masing. Tetapi biasanya ada suatu standar indah yang diterima oleh kebanyakan orang. Apapun itu.

Terlebih jika kita berbicara tentang sastra yang indah. Sudah sastra, indah pula. Meskipun lagi-lagi hal ini akan kembali kepada subyektifitas masing-masing orang. Sastra yang indah biasanya ditandai dengan pilihan bahasanya yang indah, penuturan yang baik dan cerita yang bagus (bisa karena tema yang diangkat menarik, bisa juga karena 'nilai' yang diangkat oleh cerita tersebut.

Lalu apa bedanya Anton Chekhov dengan Seno Gumira Ajidarma. Ada kesamaan pasti ada perbedaan. Dua-duanya adalah seorang sastrawan. Tapi bedanya masing-masing mempunyai karakter karya sastra yang berbeda. Bedanya lagi mungkin Anton Chekov lebih terkenal di dunia daripada Seno Gumira Aji. Tapi toh masing-masing punya penggemar. Begitu juga dengan sastrawan-sastrawan lain, mereka juga mempunyai 'karakter'.

Lalu akan menarik juga apabila kita coba melihat karya sastra yang 'bagus' tapi bagus juga dari sisi bisnis. Lihat saja The Alchemist-nya Coelho. Isinya bagus, jadi best seller pula. Katanya juga novel-novel Coelho yang lain. Tapi anehnya saya pribadi kurang suka pada karya sastra yang notabene best seller. Katakanlah Harry Potter-nya J.K Rowling. Mungkin hanya masalah selera saja. Tapi dibalik itu semua salut kepada para sastrawan yang bisa memindahkan pikiran, imajinasi atau apapun yang ada di dalam kepalanya ke dalam lembaran-lembaran tulisan bahkan mencapai ratusan bahkan ribuan halaman. (Salah satu faktor yang membuat saya kurang suka Harry Potter dkk --> halamannya banyak ;p).

Sastra, satu dari sekian banyak hal yang ada di dunia ini. Dari sekian banyak hal yang menunjukkan eksistensi manusia. Dan sastra adalah satu dari sekian banyak hal yang mengisi hidup kita. Dalam film Dead Poets Society, tokoh Mr. Keating berkata, " Kedokteran, Hukum, Bisnis dan Teknik adalah tujuan hidup yang mulia dan penting untuk menyokong kehidupan. Tetapi puisi, estetik, romansa dan cinta adalah alasan kita bertahan hidup". Itulah mengapa saya menyukai karya sastra.

Thursday, December 22, 2005

Hari Ibu

Hari ini hari ibu. Hari yang diperingati karena hari ini, 77 tahun yang lalu diselenggarakan konser wanita yang kalau tidak salah bertempat di Yogyakarta.

Bagi saya sendiri tidak ada suatu acara khusus untuk memperingati hari ibu ini. Memang karena di keluarga saya tidak ada tradisi khusus untuk mengisi hari ibu ini. Paling banter kirim SMS ke ibu bilang Selamat Hari Ibu.

Bagi saya yang tersadar bahwa hari ini adalah hari ibu karena adanya pembahasan yang cukup menarik tentang perempuan tantangan dan harapan ke depan di sebuah stasiun radio, cukup mendapatkan banyak hal dari hari ini. Banyak wacana yang terlontar dari pemirsa tentang pembahasan itu. Seperti menyadarkan kembali arti pentingnya seorang ibu bagi keluarga bahkan sampai tingkat negara.

Bicara tentang posisi perempuan sebagai ibu, saya teringat dengan pembicaraan dengan teman saya beberapa tahun yang lalu. Intinya dia bertanya tentang perempuan seperti apa yang saya inginkan untuk menjadi ibu bagi anak-anak saya. Yang ibu rumah tangga kah atau wanita karier. Nah karena teman yang bertanya ini adalah kandidat calon ibu anak-anak saya (maksudnya teman saya ini seorang perempuan) maka saya berusaha menjawab dengan jawaban diplomatis yang saya ingat sampai sekarang. Jawaban itu kira-kira seperti ini : Saya sih lumayan moderat. Mau seperti apa istri saya nanti, mau ibu rumah tangga atau wanita karir selama ia bisa menjalankan peran ibu bagi anak-anak saya dan istri yang baik bagi saya dengan baik, saya kira tak masalah. Saya juga tidak sadar kenapa saya bisa menjawab seperti itu. Tapi itu jawaban terbaik yang pernah saya keluarkan dan terus saya pegang sampai sekarang.

Posisi perempuan sebagai ibu sangat strategis. Terutama perannya sebagai pendidik pertama yang bersentuhan langsung dengan manusia-manusia muda. Untuk itulah posisi perempuan sebagai ibu harus diisi oleh kecerdasan dan kebijakan dari sang perempuan itu sendiri. Karena kecerdasan dan kebijakan seorang ibu akan membentuk manusia-manusia muda menjadi manusia-manusia dewasa yang cerdas dan bijak pula. Tetapi peran pendidik tidak hanya diemban oleh ibu semata. Peran kaum Adam sebagai ayah juga penting disini. Ayah maupun ibu harus bisa mengambil perannya masing-masing sebagai pendidik buah hatinya. Untuk itulah komunikasi yang baik antar dua peran itu dibutuhkan. Semoga kelak bisa menjadi seorang ayah yang baik.

Karena hidup adalah sekumpulan dari kumpulan dan karena kita manusia, maka kita bebas menentukan pilihan, baik laki-laki, pun perempuan. Perempuan bisa saja mengambil peran, posisi apapun. Yang sesuai dengan fitrahnya ataupun yang tidak. Tentu saja setelah melewati proses perenungan dan pemikiran tentang fitrah perempuan itu apa.

Selamat hari ibu. Semoga menjadi perempuan yang seutuhnya

Wallahua'lam.

Saturday, December 17, 2005

J minus...

Hal yang terulang, mungkin hampir setiap kali bersama dengan pekerjaan ataupun tugas yang harus diselesaikan. Mungkin telah menjadi suatu karakter diri hingga cukup sulit untuk mengubahnya. Hanya porsi kecil dari keseluruhan tugas yang mampu dikerjakan tanpa campur tangan dari karakter ini. Mental deadliner, bagi saya, cukup susah untuk dihilangkan. Meskipun setiap kali menyelesaikan tugas, dengan terburu-buru karena kurangnya kesungguhan, menimbulkan rasa penyesalan, tapi toh tetap juga juga dalam kesempatan yang lain, sifat ini selalu membayangi diri, seperti tak mau lepas.

Kasus yang paling dekat dengan tulisan ini dibuat adalah pengumpulan tugas salah satu mata kuliah. Bisa dikatakan mulai benar-benar mengerjakan beberapa jam sebelum tugas tersebut dikumpulkan. Padahal perkiraan saya pribadi tugas tersebut membutuhkan waktu minimal 3 hari agar bisa selesai dengan optimal. Bayangkan saja, dalam waktu yang hanya beberapa jam, dalam keadaan yang cukup panik dan apapun yang terjadi tugas terebut harus selesai dan dikumpulkan, fisik seakan bekerja sendiri, kosong, tidak tahu apa yang dikerjakan. Dalam kondisi seperti itu dapat dipastikan, hasil yang dicapai tidak akan optimal.

Mental deadliner pasti ada penyebabnya. Mungkin akan cukup rumit untuk mendekomposisi penyebab yang mengakibatkan adanya mental deadliner pada diri seseorang. Karena sepertinya faktor-faktor tersebut saling berkait.
Pertama, faktor dari diri masing-masing. Beberapa orang mempunyai kemauan atau motivasi yang kuat untuk menyelesaikan sesuatu yang harus ia kerjakan. Beberapa yang lain terbiasa dengan bekerja seadanya ataupun malas-malasan tanpa mempunyai motivasi.
Kedua, faktor dari lingkungan. Seringkali dalam mengerjakan tugas tidak bisa dikerjakan secara personal. Lingkungan yang ada di sekitar kita mempengaruhi pola pikir dan perilaku kita. Konon katanya energi negatif dari seseorang akan gampang menular ke orang yang lain. Karenanya apabila seseorang mempunyai energi negatif berupa mental deadliner, maka energi tersebut akan menular ke orang-orang sekitarnya. Meskipun, katanya juga, energi positif lebih mudah menular daripada energi negatif. Jadi kalau ada seseorang yang bersemangat biasanya semangat itu akan menular ke sekitarnya.
Ketiga, faktor tugas itu sendiri. Coba bandingkan antara tugas yang sesuai dengan minat kita (yang ini kembali ke faktor personal) dengan tugas yang membuat kita sampai pada kondisi yang jenuh bahkan eneg. Sebagian dari kita pasti menyikapi kedua jenis tugas tersebut dengan berbeda.

Disamping ketiga faktor di atas, mungkin terdapat penyebab-penyebab lain yang ikut memberikan andil dalam terciptanya mental deadliner. Penyebab-penyebab yang mungkin harus kita cari tahu, terutama untuk kita yang merasa memiliki sifat deadliner ini.

Solusi yang bisa dilakukan adalah kembali ke masing-masing personal kita. Kitalah yang harus bisa menggerakkan diri kita sendiri. Kitalah yang harus memberi motivasi ke diri kita sendiri. Kalau hal itu tidak bisa kita lakukan, maka sebenarnya hidup kita tidak akan optimal. Kewajiban kita lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Saat kita sadar akan kewajiban-kewajiban kita, maka kita kan menyelesaikan kewajiban-kewajiban tesebut dengan baik. Karena saat kita menyelesaikan satu tugas, pasti ada tugas lain yang telah menunggu kita.

Wallahua'lam.