Tuesday, March 11, 2008

Menikmati Hidup

"Nak, kenapa kamu seperti tergesa-gesa?" tanya Ibu.
"Tidak tergesa-gesa kok Bu. Aku sudah memperhitungkannya. Hanya saja masih banyak hal yang ingin aku capai" jawab sang Anak.
Saat pembicaraan itu selesai sang Anak pun kembali dalam sunyi dan ia berbicara dengan hatinya : "Dengan semua kesegeraan ini, bisakah aku menikmati hidupku?"

Be present

Anda yang sedang membaca tulisan ini hidup sejaman dengan saya. Anda hidup di jaman yang mengharuskan anda untuk bergerak serba cepat. Anda harus berlari mengejar bus, masuk dengan tergesa meski bus sudah penuh sesak agar tak terlambat sampai di kantor. Anda berusaha memangkas waktu agar penyelesaian tugas-tugas anda lebih cepat.

Anda pernah menonton film Click yang menampilkan Adam Sandler sebagai pemeran utamanya? Bagaimana jika anda mempunyai sebuah remote control yang bisa 'mengendalikan' hidup anda? Fast-forward adalah fitur paling menonjol yang ditampilkan dalam film tersebut. Fitur fast-forward memungkinkan pemakainya mempercepat 'bingkai' waktu dan mengabaikan perubahan yang terjadi di sekitarnya. Jika anda mempunyai remote tersebut, anda bisa memencet tombol fast-forward dan membiarkan bos anda membanjirkan amarahnya, sedangkan anda sendiri tidak merasakan apa-apa.

Menjalani hidup dengan 'tergesa' mungkin tak masalah jika anda bisa menikmati setiap detik yang anda lalui. Tapi akan sangat sayang jika anda melewatkan begitu saja setiap momen yang berlalu di hadapan anda. Anda pasti tak mau kehilangan kenangan indah dengan orang-orang yang anda kasihi. Anda pasti tak mau juga kehilangan obrolan hangat dengan sahabat-sahabat anda.

Banyak orang yang sepakat bahwa 'jangan hidup di masa lalu'. Pengalaman masa lalu sudah sepantasnya dijadikan pelajaran berharga. Cukup diambil hikmahnya, tak usah diingat-ingat lagi hal-hal buruk apalagi yang bisa menyebabkan trauma. Tapi berapa banyak di antara kita yang justru terjebak hidup di masa depan? Tuntutan untuk membuat rencana masa depan seringkali membuat kita memandang jauh ke depan, terlalu jauh kadang. Sangat benar jika kita membuat rencana untuk kehidupan kita mendatang. Bukankah kualitas manusia salah satunya ditentukan oleh kemampuannya merencana dan melakukan rencananya itu. Tapi jangan lupa bahwa kita (juga) hidup di masa sekarang.

Saya teringat akan sebuah artikel di salah satu media massa Indonesia. Artikel tersebut mengingatkan kita untuk menikmati apa yang sedang kita jalani sekarang. Be present, kata kuncinya. Be present bisa berarti jalani saja hidup saat sekarang. Bukan di masa lalu atau di masa yang akan datang. Be present bisa juga berarti jadilah hadiah dengan kehadiran anda. Jadilah hadiah dengan mendengarkan dengan santun saat orang yang anda kasihi berbicara dengan anda. Jadilah hadiah dengan membuat suasana menjadi ceria saat anda berkumpul dengan sahabat-sahabat anda. Jadilah hadiah dengan mengecup tangan orang tua anda dan berkata bahwa anda menyayanginya. Dan semua hal tersebut seringkali tidak dapat kita lakukan dalam ketergesaan.

Kura-kura

Katanya kura-kura berumur panjang karena berjalan lambat-lambat. Ia mungkin menikmati setiap langkahnya dengan membawa kerudung cangkang yang menyelimuti tubuhnya.

Ada orang yang sangat memuja kelambanan. Mereka seperti tak rela melihat waktu berjalan cepat. Mereka menghisap setiap sari kehidupan serta memeras setiap kesenangan dan kegetiran yang ada di dalamnya. Mereka menikmati betul setiap detik kehidupan yang mereka rasakan.

Ada orang yang memilih hidup mengalir seperti air dan ikut terbang kemanapun angin berhembus. Mereka mungkin menjadi antitesis dari kehidupan yang serba instan dan kering. Orang-orang mungkin menganggap mereka lamban dan tak punya tujuan hidup.

Setiap orang bebas memilih. Termasuk memilih untuk menjalani hidup dengan lamban. Yang jelas kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang tersedia. Hidup kita terlalu pendek untuk mengejar semua impian-impian, itupun kalau ada impian yang harus dikejar. Waktu kita terlampau sempit untuk melayani orang-orang dengan baik hingga kita pantas menjadi orang baik. Dan mungkin saja nafas kita tak cukup panjang untuk menuntaskan misi pribadi kita.

Timbangan

Kebijaksanaan dalam hidup ibarat timbangan dalam perniagaan. Ia yang digunakan untuk menakar kadar kecukupan. Kapan kita harus berani, kapan kita harus menunggu. Kapan kita berlari kencang, kapan kita harus duduk manis mendengarkan suara tetesan air. Dan kapan kapan yang lain.

Kualitas seseorang salah satunya ditentukan oleh kemampuan untuk menyeimbangkan segala sesuatu dalam hidupnya. Mengikuti kencangnya laju hidup sambil terus meresapi setiap yang dialami bukanlah perkara yang mudah. Dibutuhkan kualitas jiwa yang mumpuni untuk terus memaknai setiap tindakan tanpa tergerus oleh putaran waktu yang semakin lama semakin kencang. Manusia memang seharusnya terus belajar. Dari dari proses pembelajaran yang ia lakukan, kebijaksanaan yang ada pada dirinya akan semakin matang.

Ada nasehat menarik dari Martin E.P Seligman dalam bukunya Authentic Happines. Untuk meningkatkan level kebahagiaan, paling tidak kita bisa melakukan hal-hal berikut : bersyukur, memaafkan dan meloloskan diri dari tirani determinisme demi meningkatkan emosi positif tentang masa lalu; belajar tentang harapan dan optimisme lewat penentangan demi menambah emosi positif tentang masa depan; dan penghentian habituasi, penerapan peresapan serta kecermatan untuk menambah kenikmatan masa sekarang.

Jadi, selamat menikmati hidup!