Wednesday, October 10, 2007

Sang Tukang Pukul Tiang Listrik (STPTL)

Bekerja dengan penuh komitmen dan motivasi akan berbanding lurus dengan hasil yang diperoleh. Meskipun motivasi seseorang tidak bisa dilihat secara kasat mata, tetapi keberadaannya bisa ditelisik dari sikap dan perilaku orang saat bekerja. Dan keberadaan motivasi yang tinggi inilah, yang membuat seseorang -yang tak bisa saya sebut namanya karena memang saya tidak tahu yang mana orangnya- dengan sepenuh hati dan segenap jiwa, memukulkan batang yang berbahan logam ke tiang listrik di sepanjang jalan depan rumah tinggal saya.

Ceritanya, saya sekarang tinggal di sebuah rumah kost. Saya mendapat kamar paling depan. Ukurannya lumayan luas dibandingkan dengan kamar-kamar yang lain di rumah kost tersebut. Karena letaknya paling depan, ventilasi kamar saya langsung berhubungan dengan udara luar. Meskipun sedikit percuma, karena udara Cilegon agak panas dan lembab.

Idealnya, sebuah kamar, tempat untuk istirahat, yang paling baik adalah yang paling tenang. Dan kamar yang terletak paling depan dan berdekatan dengan jalan adalah kamar yang paling banyak disinggahi polusi suara dari jalanan. Dan hal ini terkait dengan cerita di awal tulisan saya.

Sekarang-sekarang ini sedang berada dalam bulan Ramadhan. Sedikit banyak jam biologis tubuh berubah. Meski tidur sangat larut malam, saya akan 'sedikit' terbangun menjelang saat-saat sahur. Bangun tidur yang baik katanya yang 'tiba-tiba'. Karena, oksigen akan cepat menjalar ke otak dan membuat kita cepat tersadar. Tapi jikalau bangun tidur dan tersadar oleh sebuah suara dua buah logam yang beradu dengan sangat keras, percayalah, rasanya tidak enak.

Modus operandi yang dilakukan sang tukang pukul tiang listrik (STPTL) ini selalu sama. Dan cerita berikutnya adalah hasil rekaan saya melalui bunyi-bunyian yang dihasilkan oleh STPTL. Mengapa demikian? Karena saya tidak melihat secara langsung 'kejahatan' yang dilakukan oleh STPTL ini.

Sepanjang jalan depan rumah kost saya, STPTL akan menyeret batang logam di atas jalan aspal. Suaranya cukup untuk pemanasan telinga. Beberapa kaki menjelang tiang listrik di depan kost saya, STPTL akan memantapkan langkahnya, memicingkan matanya dan mencari bagian mana dari tiang listrik yang akan menjadi sasaran pukulnya. Beberapa jengkal dari tiang listrik, STPTL akan menegakkan tubuhnya dan menarik nafas panjang. Batang logam digenggamnya dengan erat. Saatnya tiba. Diayunkannya batang logam itu ke udara dengan mantap. Dipukulkannya batang logam itu ke tiang listrik di depannya dengan sekeras-kerasnya. Senyum puas terlukis di sudut bibirnya. Suara logam beradu yang membahana ke seluruh penjuru kampung membuatnya bangga. Seakan-akan ia adalah penguasa kampung itu. Untung ia tidak mengencingi tiang listrik, sebagai tanda bahwa tiang listrik itu telah masuk ke wilayahnya.

Suara keras hasil aksi pukul STPTL terhadap tiang listrik bukan rekaan. Pagi ini, suara tersebut membuat saya terbangun dengan kondisi setengah sadar. Dalam kondisi setengah sadar pula saya mengambil beberapa lembar uang sambil menggerutu dalam hati. Keluar dari rumah, saya menyusuri jalan di belakang STPTL yang sedang menyeret sebuah batang logam -sepertinya linggis-. Saya tidak sempat memperhatikan tampilan bangun tidur saya. Yang jelas saya masih memakai pakaian lengkap dan potongan rambut saya masih pendek. Beberapa meter di belakang STPTL, saya menangkap siluet tubuhnya dengan pandangan yang masih kriyip-kriyip. Tak jelas seperti apa wajahnya memang. Tapi cukup mengobati rasa keingintahuan saya tentang STPTL. Sepertinya hanya seorang warga yang berbaik hati menjaga keamanan lingkungan dengan melakukan ronda. Di ujung jalan ia masih menyeret linggisnya dan berbelok ke kanan. Saya sendiri, yang sudah mulai waras, sesampainya di ujung jalan, berbelok ke kiri, ke arah rumah makan padang. Keputusan saya untuk mengambil sejumlah uang saat bangun tidur terbukti tepat karena berguna untuk membeli makan sahur.

Meski hati masih menggerutu bin dongkol akibat prosesi bangun tidur yang tidak wajar, syukurlah suasana sahur berjalan dengan enak. Bagi anda yang menonton TV saat bersantap sahur, pasti tahu sinetron Para Pencari Tuhan (PPT). Untuk ukuran sinetron, PPT menawarkan jalan cerita yang unik dan 'berisi', ciri khas tayangan-tayangan hasil besutan Deddy Mizwar. Dan tentu saja pemain-pemain PPT memberikan daya tarik tersendiri. Seperti teman kost saya -yang kebetulan mempunyai kamar di bagian depan dan bernasib sama akibat ulah STPTL- yang tak henti-hentinya mengagumi Zaskia Mecca. Meski mengeluh juga akibat ulah STPTL, teman saya itu akan mengacungkan kedua tangannya seraya berdoa ketika Zaskia Mecca muncul di layar kaca. Dan seseorang di antara penghuni rumah kost itu pun menyeletuk : "Sampai lebaran monyet, lo gak bakalan dapet Zaskia (Mecca)".