Saturday, December 31, 2005

Catatan pergantian tahun

Ditulis saat benar-benar menjelang akhir tahun. Tidak ada yang istimewa momen ini. Sama seperti hari-hari biasa yang setiap hari berlalu. Jam 12 malam, menurut kesepakatan itu berarti hari baru. Hari baru yang mungkin baru benar-benar akan dimulai pada menjelang shubuh, shubuh atau bahkan mungkin saat matahari telah terbit.

Semoga tetap bisa merenung dengan salah satu pertanyaan dari Rabb : Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Dan sekarang telah masuk 1 Januari 2005. Semoga hari yang baru ini seperti hari-hari yang lain, yang tetap menuntut untuk diisi dengan hal-hal yang lebih baik daripada hari sebelumnya.

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Wallahua'lam

Wednesday, December 28, 2005

Kanon und Gigue in D-Dur für drei Violinen und Basso Continuo

"Mas kalo memory card yang kaya ini ada nggak?"
"Wah nggak ada mas"
Pindah ke toko berikutnya.
"Ada mas. Adanya yang 256"
"Berapa mas?"
"400 ribu"
Hee, duitnya nggak cukup. Pindah ke toko berikutnya.
"Yang 128 berapa mas?"
Sip, cukup duitnya. Mission accomplished.

Balik ke kampus setelah sejaman muter-muter di BEC nyari pesenan Mbak Lina. Eh gak ding, beberapa kebutuhan lab.

Sengaja turun di gerbang depan ITB, ada sesuatu yang harus dikerjakan dulu, padahal lebih dekat kalau turun di gerbang belakang. Setelah urusan selesai, langsung menuju lab dengan jalur standar : Gerbang - Sipil - Fisika - IF - FT - Labtek Biru - TI lantai 3 (pfuih).

Dengan jalan yang dibuat lebih cepat sekalian olahraga. Keluar dari area Sipil mau masuk area Fisika ngelihat seorang cewek yang megang biola, seorang cowok yang megang gitar dan seorang cowok lagi yang lagi baca koran. Slow down, jarang-jarang ngelihat orang pegang biola di kampus. Masih jalan menunggu apa yang mau dimainin sama orang-orang ini. Lewat di depannya masih hening. Lewat beberapa langkah mereka mulai memainkan sebuah lagu. Lagi yang aku kenal. Mereka mainin Canon in D - nya Pachelbel (soundtrack blog ini;p). Gila jagoan banget. Biola plus gitar mainin aransemen Canon in D, apalagi biolanya yang emang cocok banget ama yang ada di film-film ^-^. Slow down sambil terus jalan.

Canon in D yang jadi agak sentimentil rasanya karena kebanyakan nonton My Sassy Girl made in Korea itu. Karena ini lagu cuma instrumen alias nggak ada liriknya makanya bebas interpretasi apa maksud lagunya. Lagian sampe sekarang saya belum nemuin apa maksud Pachelbel nyiptain lagu ini atau cerita di balik lagu ini, jadi wajar saja kalau ada kebebasan interpretasi disini. Menurut saya lagu ini lagu sendu dengan tempo yang cukup lambat dan beberapa bagian (nada) yang diulang-ulang, menambah kesan kalo lagu ini lagu romantis (apa karena pengaruh My Sassy Girl ya ? ;p).

Masih meneruskan jalan akhirnya sampai di lab tercinta. TI lantai 3 pfuih. Nyerahin belanjaan ke Mbak Lina. Report, mission accomplished. ^-^

Sastra oh sastra

Berbicara tentang sastra, maka ada baiknya dimulai dengan definisi dulu. Sumber yang paling mudah didapat untuk memperoleh definisi adalah dari ensiklopedia (dalam hal ini Wikipedia). Menurut Wikipedia : Sastra merupakan kata serapan dari Bahasa Sansekerta; "sastra", yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar "sas-" yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam Bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata "sastra" bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak. Sastra adalah karya seni dengan menggunakan tutur bahasa dengan susunan kata yang menarik sehingga menggugah rasa keindahan, rasa kemanusiaan dan budi pekerti.

Masih menurut Wikipedia, bentuk dari sastra antara lain puisi, drama, esai, prosa fiksi dan jenis prosa lainnya seperti filsafat, sejarah, jurnalisme dan scientific writing. Dari bentuk-bentuk sastra tersebut mungkin yang lebih kita kenal sebagai sebuah bentuk sastra adalah puisi, cerita (cerpen, novel dan sejenisnya) dan mungkin juga drama.

Akan menjadi suatu hal yang menarik manakala kita berbicara tentang karya mana yang 'berhak' dimasukkan ke dalam kategori sastra dan mana yang tidak. Jika berangkat dari kata asal dari sastra, sastra dalam bahasa Inggris disebut dengan literature yang berasal dari bahasa latin littera yang berarti karakter tulis individu atau huruf. Begitupun juga sastra dalam bahasa Indonesia yang berarti teks. Akan berbeda jika sastra diturunkan dari kata su-sastra. Su yang dalam bahasa Sansekerta dan juga Jawa berarti baik, bagus, indah. Kembali ke karya mana yang berhak menyandang predikat sastra maka akan bijak kalau dikembalikan ke asal katanya.

Jika kembali pada asal kata sastra yang berarti tulisan maka semua tulisan dapat dikategorikan sebagi sastra. Tetapi apabila sastra diidentikkan dengan tulisan yang indah maka hanya tulisan-tulisan yang 'indah' yang bisa digolongkan ke dalam sastra. Sedangkan indah sendiri pun sangat relatif bergantung kepada masing-masing. Tetapi biasanya ada suatu standar indah yang diterima oleh kebanyakan orang. Apapun itu.

Terlebih jika kita berbicara tentang sastra yang indah. Sudah sastra, indah pula. Meskipun lagi-lagi hal ini akan kembali kepada subyektifitas masing-masing orang. Sastra yang indah biasanya ditandai dengan pilihan bahasanya yang indah, penuturan yang baik dan cerita yang bagus (bisa karena tema yang diangkat menarik, bisa juga karena 'nilai' yang diangkat oleh cerita tersebut.

Lalu apa bedanya Anton Chekhov dengan Seno Gumira Ajidarma. Ada kesamaan pasti ada perbedaan. Dua-duanya adalah seorang sastrawan. Tapi bedanya masing-masing mempunyai karakter karya sastra yang berbeda. Bedanya lagi mungkin Anton Chekov lebih terkenal di dunia daripada Seno Gumira Aji. Tapi toh masing-masing punya penggemar. Begitu juga dengan sastrawan-sastrawan lain, mereka juga mempunyai 'karakter'.

Lalu akan menarik juga apabila kita coba melihat karya sastra yang 'bagus' tapi bagus juga dari sisi bisnis. Lihat saja The Alchemist-nya Coelho. Isinya bagus, jadi best seller pula. Katanya juga novel-novel Coelho yang lain. Tapi anehnya saya pribadi kurang suka pada karya sastra yang notabene best seller. Katakanlah Harry Potter-nya J.K Rowling. Mungkin hanya masalah selera saja. Tapi dibalik itu semua salut kepada para sastrawan yang bisa memindahkan pikiran, imajinasi atau apapun yang ada di dalam kepalanya ke dalam lembaran-lembaran tulisan bahkan mencapai ratusan bahkan ribuan halaman. (Salah satu faktor yang membuat saya kurang suka Harry Potter dkk --> halamannya banyak ;p).

Sastra, satu dari sekian banyak hal yang ada di dunia ini. Dari sekian banyak hal yang menunjukkan eksistensi manusia. Dan sastra adalah satu dari sekian banyak hal yang mengisi hidup kita. Dalam film Dead Poets Society, tokoh Mr. Keating berkata, " Kedokteran, Hukum, Bisnis dan Teknik adalah tujuan hidup yang mulia dan penting untuk menyokong kehidupan. Tetapi puisi, estetik, romansa dan cinta adalah alasan kita bertahan hidup". Itulah mengapa saya menyukai karya sastra.

Thursday, December 22, 2005

Hari Ibu

Hari ini hari ibu. Hari yang diperingati karena hari ini, 77 tahun yang lalu diselenggarakan konser wanita yang kalau tidak salah bertempat di Yogyakarta.

Bagi saya sendiri tidak ada suatu acara khusus untuk memperingati hari ibu ini. Memang karena di keluarga saya tidak ada tradisi khusus untuk mengisi hari ibu ini. Paling banter kirim SMS ke ibu bilang Selamat Hari Ibu.

Bagi saya yang tersadar bahwa hari ini adalah hari ibu karena adanya pembahasan yang cukup menarik tentang perempuan tantangan dan harapan ke depan di sebuah stasiun radio, cukup mendapatkan banyak hal dari hari ini. Banyak wacana yang terlontar dari pemirsa tentang pembahasan itu. Seperti menyadarkan kembali arti pentingnya seorang ibu bagi keluarga bahkan sampai tingkat negara.

Bicara tentang posisi perempuan sebagai ibu, saya teringat dengan pembicaraan dengan teman saya beberapa tahun yang lalu. Intinya dia bertanya tentang perempuan seperti apa yang saya inginkan untuk menjadi ibu bagi anak-anak saya. Yang ibu rumah tangga kah atau wanita karier. Nah karena teman yang bertanya ini adalah kandidat calon ibu anak-anak saya (maksudnya teman saya ini seorang perempuan) maka saya berusaha menjawab dengan jawaban diplomatis yang saya ingat sampai sekarang. Jawaban itu kira-kira seperti ini : Saya sih lumayan moderat. Mau seperti apa istri saya nanti, mau ibu rumah tangga atau wanita karir selama ia bisa menjalankan peran ibu bagi anak-anak saya dan istri yang baik bagi saya dengan baik, saya kira tak masalah. Saya juga tidak sadar kenapa saya bisa menjawab seperti itu. Tapi itu jawaban terbaik yang pernah saya keluarkan dan terus saya pegang sampai sekarang.

Posisi perempuan sebagai ibu sangat strategis. Terutama perannya sebagai pendidik pertama yang bersentuhan langsung dengan manusia-manusia muda. Untuk itulah posisi perempuan sebagai ibu harus diisi oleh kecerdasan dan kebijakan dari sang perempuan itu sendiri. Karena kecerdasan dan kebijakan seorang ibu akan membentuk manusia-manusia muda menjadi manusia-manusia dewasa yang cerdas dan bijak pula. Tetapi peran pendidik tidak hanya diemban oleh ibu semata. Peran kaum Adam sebagai ayah juga penting disini. Ayah maupun ibu harus bisa mengambil perannya masing-masing sebagai pendidik buah hatinya. Untuk itulah komunikasi yang baik antar dua peran itu dibutuhkan. Semoga kelak bisa menjadi seorang ayah yang baik.

Karena hidup adalah sekumpulan dari kumpulan dan karena kita manusia, maka kita bebas menentukan pilihan, baik laki-laki, pun perempuan. Perempuan bisa saja mengambil peran, posisi apapun. Yang sesuai dengan fitrahnya ataupun yang tidak. Tentu saja setelah melewati proses perenungan dan pemikiran tentang fitrah perempuan itu apa.

Selamat hari ibu. Semoga menjadi perempuan yang seutuhnya

Wallahua'lam.

Saturday, December 17, 2005

J minus...

Hal yang terulang, mungkin hampir setiap kali bersama dengan pekerjaan ataupun tugas yang harus diselesaikan. Mungkin telah menjadi suatu karakter diri hingga cukup sulit untuk mengubahnya. Hanya porsi kecil dari keseluruhan tugas yang mampu dikerjakan tanpa campur tangan dari karakter ini. Mental deadliner, bagi saya, cukup susah untuk dihilangkan. Meskipun setiap kali menyelesaikan tugas, dengan terburu-buru karena kurangnya kesungguhan, menimbulkan rasa penyesalan, tapi toh tetap juga juga dalam kesempatan yang lain, sifat ini selalu membayangi diri, seperti tak mau lepas.

Kasus yang paling dekat dengan tulisan ini dibuat adalah pengumpulan tugas salah satu mata kuliah. Bisa dikatakan mulai benar-benar mengerjakan beberapa jam sebelum tugas tersebut dikumpulkan. Padahal perkiraan saya pribadi tugas tersebut membutuhkan waktu minimal 3 hari agar bisa selesai dengan optimal. Bayangkan saja, dalam waktu yang hanya beberapa jam, dalam keadaan yang cukup panik dan apapun yang terjadi tugas terebut harus selesai dan dikumpulkan, fisik seakan bekerja sendiri, kosong, tidak tahu apa yang dikerjakan. Dalam kondisi seperti itu dapat dipastikan, hasil yang dicapai tidak akan optimal.

Mental deadliner pasti ada penyebabnya. Mungkin akan cukup rumit untuk mendekomposisi penyebab yang mengakibatkan adanya mental deadliner pada diri seseorang. Karena sepertinya faktor-faktor tersebut saling berkait.
Pertama, faktor dari diri masing-masing. Beberapa orang mempunyai kemauan atau motivasi yang kuat untuk menyelesaikan sesuatu yang harus ia kerjakan. Beberapa yang lain terbiasa dengan bekerja seadanya ataupun malas-malasan tanpa mempunyai motivasi.
Kedua, faktor dari lingkungan. Seringkali dalam mengerjakan tugas tidak bisa dikerjakan secara personal. Lingkungan yang ada di sekitar kita mempengaruhi pola pikir dan perilaku kita. Konon katanya energi negatif dari seseorang akan gampang menular ke orang yang lain. Karenanya apabila seseorang mempunyai energi negatif berupa mental deadliner, maka energi tersebut akan menular ke orang-orang sekitarnya. Meskipun, katanya juga, energi positif lebih mudah menular daripada energi negatif. Jadi kalau ada seseorang yang bersemangat biasanya semangat itu akan menular ke sekitarnya.
Ketiga, faktor tugas itu sendiri. Coba bandingkan antara tugas yang sesuai dengan minat kita (yang ini kembali ke faktor personal) dengan tugas yang membuat kita sampai pada kondisi yang jenuh bahkan eneg. Sebagian dari kita pasti menyikapi kedua jenis tugas tersebut dengan berbeda.

Disamping ketiga faktor di atas, mungkin terdapat penyebab-penyebab lain yang ikut memberikan andil dalam terciptanya mental deadliner. Penyebab-penyebab yang mungkin harus kita cari tahu, terutama untuk kita yang merasa memiliki sifat deadliner ini.

Solusi yang bisa dilakukan adalah kembali ke masing-masing personal kita. Kitalah yang harus bisa menggerakkan diri kita sendiri. Kitalah yang harus memberi motivasi ke diri kita sendiri. Kalau hal itu tidak bisa kita lakukan, maka sebenarnya hidup kita tidak akan optimal. Kewajiban kita lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Saat kita sadar akan kewajiban-kewajiban kita, maka kita kan menyelesaikan kewajiban-kewajiban tesebut dengan baik. Karena saat kita menyelesaikan satu tugas, pasti ada tugas lain yang telah menunggu kita.

Wallahua'lam.

Thursday, November 24, 2005

Seekor burung dan bidadari kecil

Aku keluar pagi ini dari rumah mungilku. Setelah merapikan sayapku, aku mengepakkan sayapku terbang keluar rumah. Udara terasa sangat segar membungkus tubuhku. Selembar angin membelai tubuhku dengan sangat sopan. Dunia yang indah.

Yang kutuju pagi ini adalah puncak pohon rindang ini, yang telah aku kenal seumur hidupku karena telah begitu setia meneduhi rumah mungilku.

Dari puncak pohon ini aku bisa melihat hijau indahnya lekukan kebun teh yang terhampar sejauh pandangan mata. Selaksa sebuah karpet yang terbentang tak berujung. Cakrawala tampak begitu perkasa, meleburkan birunya langit dengan hijaunya dedaunan. Dedaunan meliukkan tubuhnya mengikuti titah sang angin. Aku hanya bisa memandang dan menarik nafas, merasakan udara segar beraroma teh merasuki setiap rongga alveolusku.

Dari puncak pohon ini aku melihat sesosok makhluk mungil yang berjalan di antara rerimbunan semak teh. Sesosok perempuan kecil yang berpakaian serba putih. Dari kejauhan pun aku bisa menangkap paras wajahnya yang ayu. Jari-jemarinya yang lentik, bersentuhan lembut dengan pucuk daun teh saat perempuan kecil itu berlari, mengitari sekumpulan rimbun teh.

Aku meluncur ke bawah, menuju tempat perempuan kecil itu. Sesekali memejamkan mata sambil terus mengepakkan sayap. Menikmati setiap belaian udara yang menyapa tubuh. Semakin mendekat dengan perempuan mungil itu, aku semakin terpesona dengan keelokannya. Seperti seseorang bidadari.

Semakin dekat, aku mendaratkan kakiku di sebuah ranting tumbuhan teh ,dalam jarak yang cukup dekat untuk mengagumi kecantikannya. Sebuah mahakarya yang tercipta di antara mahakarya-mahakarya yang lain. Senyum yang terkembang dari bibir mungilnya sangggup menceriakan setiap hati yang berduka. Dari matanya yang biru aku menangkap sejumput kesedihan yang tak terungkap. Aku tak tahu apa itu. Gerak tubuhnya yang halus mengisyaratkan pada setiap angin untuk membeku.

Di balik kesempurnaannya, aku melihat embun-embun keangkuhan yang menempel di tiap helai gaunnya. Aku melihat....aku melihat...lebih baik aku memejamkan mata. Setetes air tangis mengalir dari kedua mataku. Aku tidak bisa berujar lagi, aku hanya bisa merasa. Inginku mendekat padanya, menguapkan setiap bulir embun keangkuhan dari dirinya. Tapi siapa aku...Aku hanya seekor burung sedang dia seorang bidadari.

Perempuan tercantik pertamaku

Ada seorang perempuan yang sangat dekat dengan kehidupanku. Aku menjadikannya sebagai perempuan tercantik pertamaku. Meskipun kala itu aku pun sendiri belum mengenal apa itu cantik apalagi definisi cantik yang kalau dibicarkan akan sangat njelimet.

Masih teringat sampai sekarang, waktu masih kecil aku sering mengatakan "Ibuku paling cantik sedunia". Persis seperti itu redaksi katanya dan dalam bahasa Indonesia (meskipun bahasa ibu yang aku pakai adalah bahasa Jawa). Ya, perempuan itu adalah ibuku. Perantara dari Tuhan yang mengeluarkan aku ke dunia ini.

Wajar saja, apabila anak kecil sangat dekat dengan orangtuanya. Dan waktu kecil, aku juga begitu dekat dengan ibuku. Boleh dikatakan sedikit manja karena waktu itu aku masih menjadi anak bungsu sebelum adikku lahir.

Saat seseorang hanya ada di satu lingkungan tanpa keluar dari lingkungan tersebut dan tidak ada informasi luar yang masuk ke lingkungan tersebut,maka orang tersebut hanya tahu dan mengenal apa-apa yang ada di lingkungannya. Mungkin begitulah alasan logis mengapa waktu kecil itu aku menyebut ibuku sebagai perempuan tercantik sedunia. Saat sebagian besar waktu dihabiskan di rumah, interaksi dengan orang maksimal dengan tetangga rumah atau saudara, jelas saja kalau perempuan yang paling dekat denganku adalah ibuku, yang setiap hari merawatku, bermain denganku dan memarahiku saat aku nakal.

Meskipun pemikiran perempuan tercantik ini ada waktu aku masih kecil, tetapi aku masih konsisten sampai sekarang. Meskipun kerangka berpikir tentang perempuan tercantik ini sedikit banyak pasti berubah. (Ataukah persepsi tentang kecantikan tidak berasal dari pikiran yang logis tetapi dari rasa yang menilai keindahan. Apapunlah). Karena, seperti yang aku katakan tadi, sudah begitu banyak lingkungan yang keluar masuk dalam kehidupanku. Sudah banyak orang-orang yang berinteraksi denganku termasuk yang bernama perempuan. Dan itu pasti merubah sudut pandangku tentang kecantikan. Dulu aku menganggap ibuku tercantik karena hanya ibuku itulah perempuan yang dekat denganku. Tetapi sekarang aku masih menganggap beliau yang paling cantik (yang jelas jangan dinilai dari segi fisik) karena jasa-jasa beliau yang tidak ternilai. Mana ada sih yang lebih cantik dari ibunda kita tercinta?

Perempuan tercantik keduaku? Akupun belum tahu. Mungkin akan kutemui pada saat-saat mendatang. Semoga bisa menjadi perempuan tercantik pertama bagi anak-anakku kelak.......

Sunday, November 13, 2005

Bukan cewek psycho?

Perjalanan Bandung-Madiun biasanya ditempuh dalam waktu sekitar setengah hari atau 12 jam lebih (biasanya lebihnya banyak...). Begitu juga waktu mudik kemarin. Berangkat dari terminal Cicaheum jam 7 malam sampai Madiun jam 10 pagi.

Nah kalau perjalanan panjang sendirian, ritual yang dilakukan adalah pesan tiket (biasanya bus), pilih tempat duduk di lambung bis tengah bagian kanan yang dekat jendela. Pas udah di dalam bus, setelah nempatin barang bawaan langsung siap-siap buat tidur panjang...Nah kebiasaan tidur panjang ini nggak bisa dihilangin sampai-sampai waktu dulu mudik bareng temen-temen SMA, pasti saya yang tidurnya duluan dan paling lama. Cuma bangun pas busnya berhenti atau kalau ada yang bangunin.

Seperti mudik terakhir kemarin. Tidur panjang kali ini bukan karena memang ingin tidur tapi karena terpaksa tidur.

Begini ceritanya....

Jam setengah empat sore, sampai di Caheum, ngurus tiket blablabla, nunggu busnya nggak datang-datang... (yang ini dicut aja nggak penting...)

Akhirnya bus yang mau dinaiki tiba juga. Masuk ke bus, ngambil posisi. Suasana dalam bus lumayan kacau. Lagian, salah sendiri, di dalam bus nggak dikasih nomer tempat duduk, jadinya penumpang yang sudah naik ke badan bus harus bolak-balik nyari tempat duduk yang dimaksud di tiket. Kebetulan saya tadi ngelihat denah tempat duduk jadi begitu nyampe langsung ambil posisi.

Ada mbak-mbak (mbaknya cuma satu) yang datang, duduk di sebelah. Lalu ngomong kalau busnya nggak kaya' biasanya. Yang ini lebih jelek dst dst. Aku cuma bisa manggut-manggut aja. Eh ternyata mbak yang ini salah tempat duduk. Bukan di sebelahku tapi di belakang tempat duduk yang ditempatinya sekarang. Jadinya tempat duduk di sebelahku kosong. Menunggu manusia lain untuk menempatinya. Cie.. Perasaan jadi nggak enak deh.

Nah berikutnya daripada bengong gak jelas, aku baca buku. Beberapa saat kemudian datanglah mbak-mbak lagi. Nggak ngelihat langsung, tapi bisa kelihatan dari pantulan kaca bus yang ada di sebelahku. Masih baca buku dan nyuekin si mbak-mbak tadi. Lalu si mbak ini mbuyarin konsentrasi, pake acara nawar majalah yang kira-kira durasinya nyampe 15 menitan, sampe nggak tega denger suara penjual majalahnya yang akhirnya kalah sama si mbak ini. Trus berikutnya nawar harga roti, lama juga, kasihan juga ndenger penjual roti yang akhirnya ditaklukkan sama si mbak ini. Akhirnya karena penasaran, aku berhenti baca buku, kaya apa sih mbak yang duduk di sebelahku ini. Rupanya si mbak ini lebih sigap. Dia membuka obrolan lebih dulu. Pertanyaan standar. Turun dimana masa? dst dst. Tapi yang membuat saya merasa aneh, setiap kali mbak ini selesai bicara selalu senyum-senyum nggak jelas trus ketawa kecil. Jadi inget Mpok Hindun-nya bajaj bajuri. Lumayan persis. Serem.

"Mas namanya aan ya?"
Waduh kok tahu. "Kok tahu mbak?". Gawat nih, perasaan nggak pernah kenalan deh.
"Ya tahu donk". Waduh tambah gawat aja nih. Jangan-jangan cewek psycho.
"Kan tadi ngelihat di daftar penumpang yang ada di loket sana". Oh jawaban si mbak ini lumayan menenangkan tapi tetap aja ngerasa serem. Lalu ngobrol ngalur-ngidul, nggak lupa mbak ini masih cengar-cengir nggak jelas.

Lalu mencoba mencari bala bantuan. SMS ke seorang temen. TOLONG!!! sebelahku ada cewek psycho. Senyum-senyum sendiri gak jelas. Lalu dibales. Ya udah mending pura-pura tidur aja. Kalau masih nggak mempan jutekin aja. Tapi ati2 ntar diapa2in lho. Lumayan solutif. Jadinya untuk selanjutnya aku memilih untuk tiduk aja. Cuek mau diapain juga.

Tengah malam, masih di bus, nggak tahu sudah nyampe mana. Terbangun gara-gara ramai orang, termasuk dari mbak sebelahku ini. Cerewet banget. Rupanya beberapa orang terkena tetesan air dari atap bus. Nggak tahu dari AC atau dari air hujan. Nah karena masih berasumsi kalau mbak di sebelahku tuh psycho, makanya cuek aja, nerusin tidur. Tapi nggak bisa, karena rame banget. Berusaha memberikan sedikit perhatian dan karena aku sendiri akhirnya terkena tetesan air juga.
"Masih ketetesan mbak?"
"Ya nih masih".
"Saya juga ketetesan". Sambil menunjuk celana bagian kiri yang sedikit basah. Eh tiba-tiba si mbak ini pegang paha saya sambil ngomong, "Nggak basah gini kok". Waduh gawat nih udah pegang-pegang. Nggak bisa dibiarin nih. Sebelum sempat bertindak, si mbak sudah memindahkan tangannya menjauh dari saya. Ya Allah kuatkan hamba-Mu ini. Cewek psycho bukan sih? Karena sudah malas berfikir akhirnya tidur lagi.

Bangun, sholat Subuh, trus tidur lagi.

Akhirnya si Mbak turun juga. Satu terminal sebelum terminal Madiun. Pfuih akhirnya si mbak ini turun juga.

Sampai di terminal Madiun, kirim SMS ke teman yang sama dengan sebelumnya, menceritakan (dan menertawakan) kejadian semalam. Temanku bales SMSnya lumayan panjang. Ada doanya pula. .....semoga pas balik ntar nggak ketemu sama cewek psycho lagi.... Amin.

Friday, November 11, 2005

Liburan Lebaran

Liburan. Mudik. Pulang kampung. Menikmati hari-hari terakhir Ramadhan dan juga Idul Fitri bareng keluarga. Nah yang paling seru tentu saja bisa berantem lagi ama adek kecilku hehe.

Ada beberapa hal yang sedikit mengusik (tapi setelah dipikir-pikir lagi ternyata tidak...)selama liburan kemarin.

Awal-awal liburan main ke rumah Mbahkung (Mbah kakung : kakek). Nah disitu ketemu dengan beberapa sepupuku yang perempuan (nggak tahu kenapa pas main kok ya ketemunya yang cewek...;p). Pertama kali ngobrol...
"Lho mas, JI tho??"
"Apa tuh JI?"
"Jenggot item.."
Gubrak. Pertanyaan nggak penting. Ternyata ngebahas jenggotku yang rupanya sudah mulai memanjang, lupa dicukur sebelum pulang kampung. Waduh ketahuan deh. Asal nggak dicap sebagai anggota JI beneran nggak papa deh. Yang ini beneran lho. Rupanya media memang benar-benar menjadi alat propaganda yang sangat ampuh untuk menggerakkan pikiran publik. Buktinya benar-benar bisa dirasakan. Ya di keluargaku itu. Kasus terakhir ketika saya ingin pindah SMU ke AL Azhar. Hanya karena memakai kata-kata 'Al Azhar', hampir saja saya tidak bisa pindah sekolah, dilarang sama PakPuh (Bapak Sepuh : Om). Untung saja setelah lobi-lobi secara akal sehat (apa coba...), akhirnya diperbolehkan.

Berikutnya, masih di rumah Mbahkung, tapi saat Idul Fitri tiba. Setelah sungkeman dan lain sebagainya. Seperti biasa keluarga besar kakekku itu bercengkerama seperti biasa. Di sela-sela pembicaraan yang panjang lebar, tiba-tiba mbahkung berkata...
"Lha kalo Aan dah punya cais?"
"Cais, makanan apaan sih ??" batinku.
"Cais apaan sih mbahkung ?"
"Hoalah dasar bocah cilik, cais tuh ya calon istri".
Gubrak lagi. Kalo ini pertanyaan ehmm lumayan penting sih.
Dengan malu-malu dan muka menunduk.
"Belum mbahkung. Ntar kalau udah ada pasti bilang".
Ya maklum, di antara cucu-cucunya, hampir semuanya sudah beranjak dewasa. Hanya beberapa cucunya saja yang masih kecil, banyak yang sudah menikah dan mempunyai momongan. Jadi kecil-kecil begini dah jadi om lho.

Masih di rumah mbahkung, dan masih di hari yang sama. Kali ini giliran ngobrol sama sepupuku. Temanya adalah pekerjaan, karena mengingat kuliahku yang sudah masuk tingkat-tingkat akhir. Kebetulan sepupuku ini (lagi-lagi cewek) kerja di bank. Di kawasan Sudirman Jakarta, wuiih. Lumayan ngobrol banyak, dapat gambaran ke depan.

Kali ini sedang bercengkerama dengan ibunda tercinta.
"Nanti setelah lulus mau kerja dimana?"
"Nggak tahu Bu. Mungkin di Bandung".
Mungkin sedang nonton acara infotainment yang isinya artis yang nggak bisa masak trus ditinggal mudik pembantunya.
"Ntar kalo nyari istri yang bisa masak ya".
Glek. Masih bengong dengan pertanyaan Ibuku, tiba-tiba keluar jawaban, "Kalo nggak ada gimana Bu?".
"Ya ntar biar kursus dulu sama Ibu".
Hmm. Ya terserah lah. Tapi yang jelas pertanyaan ini bukan provokasi. Saya tahu kalau ibuku ingin anak-anaknya mapan dahulu, paling nggak bisa bisa mandiri terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk berkeluarga. Kalau yang ini sih sepakat. Minimal tidak membebani orang tua lagi.

Nah lain cerita saat main ke rumah teman.
"An, kok masih kurus sih?".
"Ya nih di Bandung nggak ada yang ngurusin"
"Ya udah cepet cari orang yang ngurusin"
"Pembantu??"
Hehehe. Apapun lah.

Ternyata sadar ataupun nggak sadar, kita akan beranjak semakin tua (dan dewasa). Semakin banyak tanggungjawab yang harus kita pegang. Semakin banyak harapan-harapan yang muncul dari orang-orang di sekitar kita. Dan mungkin akan muncul manusia yang menunggu kehadiran kita (pede benget ;p).

Wednesday, October 26, 2005

Matahari aja nggak pernah ngeluh.......

Ada yang aneh di hari-hari terakhir ini. Bukannya Ramadhan tambah kenceng ibadah tapi yang ada malah misuh-misuh nggak jelas. Ada akibat pasti ada sebab. Sebenarnya lebih karena kapasitas mental yang lumayan terkuras habis. Bukan karena UTS yang sekarang lagi menjamur tetapi lebih karena tugas kuliah yang sangat 'meyenangkan'. Sebenarnya telah mencoba untuk memanipulasi otak supaya berfikir bahwa tugas adalah hal yang menyenangkan, benar-benar menyenangkan. Tapi apa daya, bukannya otak mengiyakan bahwa tugas adalah hal menyenangkan, malahan sebaliknya, tugas-tugas yang ada sampai pada tahap memuakkan.

Sebenarnya tugas yang bertubi-tubi bisa menambah kapasitas mental, tapi sayangnya penambahan kapasitas mental tidak sebanding dengan derasnya tugas-tugas kuliah yang datang.

Yang sekarang sedang in di angkatanku, ya itu deh, Perancangan Lay Out pabrik. Tugas dikumpul tiap minggu. Sebenarnya tugasnya asyik. Mana ada tugas yang lebih asyik daripada ngerancang pabrik, meski nggak beneran. Bayangkan saja, mana ada konsultan yang pegawainya cuma 2 orang trus bisa buat tata letak pabrik dalam jangka waktu 7 mingggu. Tapi yang ada tugas ini terasa sangat berat, apalagi buat anak-anak malas macam aku ni. Yang bikin ngenes lagi tuh, biasanya modul tugas berikutnya sudah keluar pas tugas yang sekarang belum dikumpul. Nasib anak kuliah.

Untungnya aku tidak termasuk golongan anak yang rajin. Kenapa untung? Karena setelah dipikir-pikir (tumben mikirin hal yang beginian) tugas-tugas semacam ini kalau ketemu anak yang rajin bisa jadi semacam ramuan yang manjur untuk mencetak satu manusia yang workaholic. Ini memang baru semacam hipotesis dari seorang bocah yang tidak pernah suka tugas-tugas yang bisa merusak jadwal acara dengan semena-mena hehe. Bayangkan saja, habis kuliah biasa yang cukup melelahkan, malamnya harus ngerjain tugas apalagi kalau punya mental deadliner, pasti nggak tidur semalaman. Tapi perasaaan, meskipun sudah coba dikerjakan jauh-jauh hari masih saja merusak waktu yang ada. Kalau hal-hal itu semacam itu berlanjut sampai hari tua, maksudnya setelah kuliah, bayangkan saja, pulang kantor langsung ngerjain tugas kantor, trus ketiduran atau nggak tidur sama sekali karena tugas, trus paginya langsung berangkat ke kantor lagi. Mana bisa ngobrol sama istri, becanda sama anak, waduh gawat nih kalau gini ceritanya. Berlebihan sih.

Yah, yang jelas, apapun kondisinya kita mesti bertahan. Tidak boleh kalah sama keadaan yang ada. Matahari aja nggak pernah ngeluh.......

Friday, October 21, 2005

Akhirnya bisa reuni juga.....

'Hari rabu jam 16.30 ada buka bareng Alabos Bandung di Wong Solo Dago. Konfirmasi ke no ini'. Sebuah sms datang beberapa hari yang lalu. Awalnya bingung, hah ada buka puasa. Maklum meskipun sudah 3 tahun kuliah di Bandung tapi belum pernah sekalipun alumni SMA ku Al Azhar Boarding School (Alabos) ngumpul di satu acara. Terutama yang kuliah di Bandung. Ya jadilah sore-malam itu jadi pertemuan pertama kami, alumni Alabos yang ada di Bandung.

Sayang tidak semuanya yang ada di Bandung bisa hadir. Meskipun saya sendiri tidak tahu siapa yang tidak bisa hadir. Lumayan bisa ketemu alumni yang sudah tua, dari angkatan kedua (oh ya saya masuk SMA itu angkatan ketujuh dan paling buncit) sampai temen2 yang seangkatan. Ada yang di Unpad, Itenas dan juga tentu saja ITB. Nah parahnya ternyata ada alumni angkatan 2 yang kuliah juga di ITB tapi nggak pernah ketemu padahal baru lulus Juli kemarin. Jadi malu....

Sebenarnya sudah lama pingin banget ngumpul bareng temen-temen alumni SMA dulu. Tapi karena saya angkatan paling muda dan ngggak tahu harus nghubungi siapa ya jadinya nggak konkret. Sebenarnya ada alumni juga selisih 2 angkatan di atas saya yang kuliah di ITB, tapi kalau ketemu ya cuma hahahehe nggak pernah ngomongin soal ngumpul bareng. Di samping juga karena kesibukan kuliah (--> pembenaran dari kata-kata apatis...).

Yang paling penting sekarang, rasanya sudah plong, bisa ketemu temen2 SMA dulu, bisa ketemu mbak2 mas2 yang dulu pernah sekolah di SMA yang sama denganku. Akhirnya....

Abis makan-makan trus ke Jonas, nggak lupa nyasar dulu karena salah naek angkot, trus nyengir di depan kamera, tuker2an nomer HP trus pulang jalan kaki dari Simpang Dago sampai rumah karena udah nggak ada angkot yang lewat. Tarawih di masjid kelewat yang ada harus tarawih sendirian, hiksss....

Saturday, October 15, 2005

Kisah Seseorang

Ada seseorang yang bercerita bahwa dia sangat pelupa. Kejadian yang baru lewat saja kadang tidak bisa diingatnya. Apalagi untuk hal-hal yang sepele seperti tadi mandi pakai sabun apa atau makan pakai lauk apa. Dan parahnya lagi orang ini tidak pernah memperhatikan sekelilingnya.

Masa kecilnya pun tidak pernah dia ingat. Ditambah tidak ada alat yang mengabadikan ingatannya itu paling-paling hanya beberapa lembar foto dan mengandalkan riwayat yang disampaikan bundanya. Kejadian yang paling diingatnya mungkin adalah saat dia mengadu pelipisnya dengan bibir selokan yang mengakibatkan dia masuk UGD dan ditertawakan dokternya.

Masa SD juga masih tidak terlalu jelas. Hanya ingat masa sekolah yang tiap harinya berlari-lari lalu ikut bimbingan guru untuk cerdas cermat bla bla bla.

Kemudian SMP sudah mulai dilupakan juga. Mungkin hanya tersadar bahwa saat itu dia menjadi orang yang sangat pendiam lalu ada seorang perempuan yang dekat dengannya dan perempuan itulah yang menjadi cinta pertamanya.

Lalu SMA masa yang sangat mengambang, membingungkan baginya. Meloncat dari satu area ke area lain. Menghancurkan beberapa kali hati perempuan yang dia cintai karena tersadar bahwa itu bukan jalannya. Meskipun cara yang dia pakai sangat buruk.

Masuk ke masa kuliah, masih tidak jauh berbeda. Masih mengambang. Bahkan dicurigai, dia tidak bisa mengingat kejadian karena kepribadiannya terpecah. Gawat. Otaknya semakin mengarah ke arah kriminal dan kelicikan.

Tapi sekarang, percayalah, dia semakin baik. Dia mulai bisa memperhatikan sekelilingnya. Dia sadar bahwa dia ada dan begitu juga sekelilingnya. Dia sadar dia hidup bukan untuk dirinya saja. Dia sadar bahwa hidup terlalu berharga untuk dinikmati dengan kesendirian yang bodoh. Dia sadar bahwa ada banyak hati yang harus di sentuh. Dan dia sadar bahwa hidupnya lebih bermakna.

Aku hanya bisa berdoa untuknya semoga dia tetap dalam keadaannya yang sekarang dan akan jauh lebih baik dari keadaannya sekarang ini.

Wednesday, October 12, 2005

Selalu ada kerinduan di setiap Ramadhan

Selalu ada perasaan yang lain dalam menyambut bulan mulia, Ramadhan. Selalu ada kekurangan yang terdapat dalam diri ketika memasuki Ramadhan. Selalu ada perasaan tidak puas ketika Ramadhan telah terlewat. Tetapi selalu ada kerinduan bertemu dengan Tamu Agung ini dan Sang Pencipta.

Ramadhan tahun ini, saya masih menghabiskan waktu di bangku kuliah. Sejak masuk kuliah tiga tahun yang lalu, Ramadhan jauh dari kampung halaman, yang tentu saja suasananya sangat berbeda. Sebagian besar waktu Ramadhan malah dihabiskan untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah, bahkan ketika sudah menginjak tingkat akhir seperti sekarang ini, tugas-tugas justru datang bertubi-tubi. Karena sudah menjadi kewajiban sebagai seorang mahasiswa, meskipun berat tetap saja harus dikerjakan, karena menjadi mahasiswa yang baik adalah amanah dari orang tua.

Kalau menggunakan pemikiran anak kecil yang menginginkan sesuatu hal yang berat cepat berlalu, sepertinya saya harus berterima kasih kepada bapak ibu dosen yang memberikan cukup banyak tugas sehingga waktu sangat penuh terisi dan terasa berlalu begitu cepat.

Di sisi lain, meskipun hati masih merasa berat mengerjakan tugas, tetapi karena Ramadhan adalah waktu dimana amal kebaikan dilipatgandakan, maka hal yang perlu dilakukan adalah mengarahkan hati dan pikiran agar niat yang sebelumnya hanya sekedar mengerjakan tugas menjadi niatan untuk menggapai masa depan nan cerah untuk meraih ridho Allah. Nah mulia sekali kan, meskipun sangat susah untuk diterapkan.

Satu hal yang dirindukan pada setiap Ramadhan beberapa tahun terakhir ini adalah kerinduan berkumpul dengan keluarga. Karena menghabiskan bulan Puasa di tempat yang jauh dari rumah bagi sebagian besar orang akan menimbulkan kerinduan untuk pulang kampung. Di samping karena saya adalah anak kos yang dalam bulan puasa ini jarang menikmati kolak gratis hikss..

Selain itu satu hal yang sangat saya rindukan di setiap bulan Ramadhan adalah perubahan diri. Masih teringat waktu SD dulu, pertama kali saya sholat rutin ya pas bulan Ramadhan. Tapi momen seperti itu tidak saya temukan beberapa tahun terakhir. Mungkin hati saya semakin keras membatu karena begitu banyak kesalahan yang saya lakukan. Semoga Allah mengampuni.

Ramadhan tahun ini semoga memberikan pencerahan bagi jiwa saya. Semoga Allah yang Maha Rahman senantiasa memberikan hidayahNya kepada kita semua. Semoga dipertemukan dengan Ramadhan berikutnya.

Rabu, 8 Ramadhaan 1426

Sunday, October 02, 2005

Circle of trust

Hanya orang-orang tertentu yang berada di lingkaran kita. Circle of trust. Lingkaran dimana kita bisa mengungkapkan apa saja yang ada di pikiran dan hati kita. Orang-orang terdekat atau sahabat yang kita anggap bisa menyimpan dan menampung semua omongan kita.

Bicara soal circle of trust, hari-hari terakhir ini begitu banyak masalah yang menimpa kepalaku. Dan puncaknya terjadi 'benturan' dengan beberapa teman. Ada suatu masalah yang terakumulasi, yang tidak dapat dibendung lagi hingga beberapa waktu lalu meledak. Walaupun bisa reda dalam waktu yang cepat. Di saat konflik mereda itulah akhirnya aku menemukan satu lagi sahabat yang masuk ke dalam 'lingkaranku'. Ahirnya aku bisa bercerita banyak hal dan yang paling penting dia memberikan banyak kritik dan masukan yang sangat berharga bagiku. Karena terus terang jarang sekali aku mendapat masukan berharga seperti yang diberikan oleh sahabatku itu.

Nah, aku pikir itulah guna sahabat. Tidak hanya ada di samping kita saat senang, tapi juga bisa mengangkat kembali kepala kita saat kita tertunduk kalah. Semoga semakin banyak manusia-manusia yang bisa aku percaya dan masuk ke dalam 'lingkaranku'. Still looking for them....

Tuesday, September 27, 2005

poem 8

Keharuman yang memikat mata
Terbungkus oleh diri yang masih tinggi
Dua jiwa yang tak pernah bertemu

Kesedihan yang terus merangkak
Membukakan hati untuk tetap melihat ke bawah
Menyusuri sisi diri yang lain

Senyuman yang membuka pagi
Membagi kebahagiaan walau hanya setitik
Menyelami sisi diri yang lain

Tetaplah bersinar bidadariku
Berharaplah semua akan berpendar karenamu
Biarkanku dalam gelapku
Biarkanku dalam kelamku
Karena aku akan bangkit dengan cahayaku
Karena egoku

Cairkan keras hatiku
Bukakan mataku
Teriaklah di telingaku
Pukul aku jika perlu

Saturday, September 24, 2005

Blind is only a character

Blind is only a character. Sama seperti karakter lain yang ada pada diri kita. Ada orang yang tercipta pendek dan ada juga yang tinggi. Begitulah sepetik kalimat yang saya dengarkan sembari tetap menjaga waktu di sebuah seminar yang diadakan oleh lab saya. Kalimat yang dilontarkan oleh seorang pemakalah yang kebetulan seoarang tuna netra. Beliau mengoperasikan sendiri sebuah laptop dibantu dengan sebuah software. Pak Didi Tarsidi namanya, seorang dosen UPI. Menurut beliau juga dunia IT tidak pernah mendiskriminasi.

Sering kali kita terpaku dalam kekurangan yang kita miliki. Jikalau kekurangan tersebut kita sikapi dengan proses perbaikan diri, rasanya malah lebih baik. Tetapi jika kita menggunakan kekurangan kita sebagai tameng untuk enggan melakukan sesuatu, itulah yang menjadi masalah. Bisa saja Pak Didi menggunakan ketunanetraannya sebagai alat untuk mencari belas kasihan orang lain. Tetapi beliau memilih untuk berjuang bahkan pernah keliling keluar negeri. Sungguh semangat yang luar biasa.

Don't judge a book by its cover. Kita sering memandang dunia dengan mata fisik. Padahal banyak sekali makna yang terkandung di balik apa-apa yang kita lihat. Sudah banyak saya kira perihal yang menyangkut hal ini. Kembali lagi ke pernyataan Pak Didi bahwa dunia IT tidak pernah mendiskriminasi. Kita tidak tahu orang seperti apa yang sedang berbalas e-mail dengan kita, kita tidak tahu apakah orang yang sedang di depan komputer seberang mempunyai kepala (ini juga satu lelucon yang disampaikan Pak Didi). Kita hanya tahu pikiran-pikiran lewat tulisan yang digoreskan oleh lawan bicara kita di dunia seberang.

Rasanya malu, seorang manusia seperti Pak Didi mempunyai semangat yang begitu besar padahal mempunyai kekurangan pada hal fisik. Menjadi renungan saya juga, seharusnya saya juga bisa bersemangat seperti beliau.

Friday, September 16, 2005

lampu merah simpang dago

Mudahkan hidupnya hiasi dengan belai Mu
Sucikan tangan-tangan yang memegang erat harta
Terangi harinya dengan lembut mentari Mu
Buka genggaman yang telah menjadi hak mereka
(Lihat, dengar, rasakan by Sheila on 7)

Seringkali merasakan kebimbangan saat lampu merah di simpang Dago. Biasanya saat lampu merah itulah, pengamen-pengamen menyerbu angkot yang terpaksa berhenti karena lampu merah. Nah saat pengamen itu selesai menyanyi atau aktifitas lain apapun namanya, mereka akan menyodorkan sebuah tempat untuk para pendengar mereka memberikan uang 'jasa'.

Saat itulah terjadi kebimbangan antara memberi atau tidak. Kalau memang benar-benar tidak ada uang receh, tidak menjadi masalah. (Kenapa coba harus uang receh?). Sebenarnya bukan masalah uang, tetapi masalah hati nurani atau moral (waduh sebenarnya malu kalau ngomongin masalah ini). Mengikuti diskusi sebuah forum di dunia maya, bahwa sebenarnya dengan bekerja di pinggir jalan itu mereka (pengamen, anak jalanan dsb) mendapatkan uang sekitar 750 ribu (sebuah nilai uang yang cukup besar untuk mahasiswa seperti saya). Nah dengan uang sebanyak itu wajar kalau mereka lebih suka bekerja di jalanan 'selamanya'. Tapi apakah benar mereka ingin seperti itu selamanya. Nggak tahu sih.

Nah kembali lagi ke masalah bingung. Kalau kita memberi uang ke pengamen itu, maka kita turut memberikan andil ke penghasilan mereka, itu artinya kita tetap mendukung mereka untuk tetap di jalanan. Tetapi kalau tidak memberi, pertama kasihan, kedua kalau semua orang berpikiran sama dengan saya maka meraka tidak akan mendapatkan uang seperpun dalam sehari. Nah bingung kan.

Kalau saya sih beberapa kali memberi dengan alasan biasanya karena kasihan (apalagi kalau anak kecil). Kemudian kalau pengamennya benar-benar bagus. Coba bayangin, ada gitaris keren, galon-er yang udah kayak drummer, trus vokalisnya lumayan, biasanya ditambah ada yang main biola. (Berlebihan sih ;p).

Sebenarnya ada beberapa usulan solusi (menurut forum yang ada di dunia maya tadi). Salah satunya adalah, daripada uangnya diberikan langsung ke anak (bukan anak aja sih) jalanan, lebih baik lewat yayasan sosial atau sejenisnya. Yah bagus sih tapi kan ribet (hehe kalau ini pembenaran).

Tapi menurut saya sih, masalah ini kembali ke masing-masing dari kita. Silahkan saja mau memberi atau tidak yang penting ikhlas. Jadi kepikiran nih, sekarang kan mendekati Ramadhan dan Insya 4JJI di Ramadhan amal kita akan dilipatkan gandakan, bagaimana kalau kita mencoba berbagi kebahagiaan dengan saudara-saudara kita yang lain. Misalnya, apa ya? Oh ya, misalnya Pengumpulan Seribu Sarung trus ntar kita bagiin di panti asuhan. Gimana????.

Tuesday, September 13, 2005

poem 7 : sahabatku, aku ingin bertanya

sahabatku
aku ingin bertanya padamu
apa kabar kau disana

sahabatku
aku ingin bertanya
apakah luka yang aku gores sudah kering?
karena aku tahu, belum

sahabatku
oiya apakah kamu masih menganggap aku sahabatmu?

sahabatku
apakah kamu masih mengingat aku yang satu ini

sahabatku
aku tidak ingin bertemu kamu lagi
tapi bila kita dipertemukan lagi akupun tidak bisa menghindar

sahabatku
baik-baiklah disana

bandung, 13 September 2005

-for someone of my past-
19 hari menjelang ulang tahunnya

Ajug2 di perayaan 17 Agustus

Semalam, ya benar-benar semalam kami serumah keluar tepatnya ke pelataran gedung GSG RW yang letaknya sekitar 20 an meter dari rumah kami. Awalnya iseng-iseng ingin melihat bunyi 'ajug2' yang cukup memekakkan telinga itu. Karena pas di rumah ada kamera pinjaman (yang belum dikembalikan) makanya saya iseng-iseng membawanya serta.

Ternyata bunyi 'ajug2' itu berasal dari sebuah panggung yang ceritanya dibangun untuk menutup rangkaian acara 17 Agustus-an RW. Nah lho kok malah bikin panggung bukannya lebih enak bikin syukuran trus makan-makan atau bagi-bagi makanan ke warga (itu pendapat saya :p).

Ceritanya lagi, di panggung itu diisi oleh beberapa band yang hampir semuanya membawakan lagu rock alias keras. Mana suaranya keras sember gak jelas, sound systemnya nggak begitu bagus plus lagunya juga nggak kenal. Kenalpun lagunya, vokalisnya juga suara nggak ada yang bagus. Dengan tidak bermaksud menghina siapapun.

Nah ceritanya lagi, kamera yang dibawa itu sempat merekam beberapa kejadian yang nggak penting. Tapi yang paling bagus kira-kira saat nge-shoot anak kecil yang lagi makan jagung bakar. Trus berhenti ngambil gambarnya waktu anak kecil itu ndeketin ibunya. Tuh kan nggak ada rekaman yang penting.

Setelah merasakan mual karena nggak tahan dengan suara yang sangat keras itu ditambah baterai kamera juga hampir habis, kamipun pulang. Nggak tahu jelas berapa desibel kira-kira yang berhasil dikeluarkan oleh sound system panggung itu. Tapi sih kira-kira nyampe 120 dB lah. Kalo punya sound level meter mungkin bisa tahu hehe...

Sampai jam 12, bunyi 'ajug2'nya masih ada. Itupun yang membuat saya nggak bisa cepat tidur. Nah nggak tahu jam berapa tepatnya, karena kamar saya sudah gelap siap-siap tidur, akhirnya 'ajug2' itu berhenti juga. Saya bisa merasakan ketenangan malamnya yang sengaja diciptakanNya untuk manusia beristirahat.

Ngomong2 soal 17 Agustus-an, yang paling ingat itu pas jaman Kemerdekaan Emas tahun 1995. Waktu itu dapat hadiah (lupa hadiahnya apaan, kalo gak salah buku deh), karena tim bola saya dapat juara 2 tingkat RT. Lumayan waktu itu jadi defender tangguh. Nah perasaan beda banget deh sama yang saya alami semalam. Kalo di kampung saya sono, 17 an itu biasanya ya standar lomba-lomba lah sebangsa balap karung etc. Trus biasanya ibu2 buat makanan yang ntar dikumpulin di kepala RT trus bikin syukuran. Bisa juga gerak jalan atau kerja bakti bersih desa. Tapi yang jelas nggak ada (atau belum ada ya???) yang namanya 'ajug2' kayak semalam.

Ya kalau saya yang sudah beranjak tua ini hanya bisa memandang dari kejauhan saja. Berharap perayaan 17 Agustus benar-benar menjadi momen untuk mengenang saudara-saudara kita dahulu yang mempunyai andil dalam perjuangan kemerdekaan. Yang jelas enakan gak pake ajug2....

Friday, September 09, 2005

poem 6

aku ingin menyentuh lukamu
melembutkannya
tapi aku sendiri terluka

aku ingin melukis cahaya di redupmu
menyinarimu
tapi aku sendiri kelam

aku ingin menulis kata di lisanmu
bagilah bebanmu
tapi aku sendiri sunyi

aku ingin merangkai canda di biasmu
tersenyumlah
tapi aku sendiri muram

tak pernah aku seperti ini sebelumnya

aku tahu dirimu lebih tegar dari itu
kau hanya sedang rapuh
pun aku


bandung, awal hari 8 September 2005

Rangkaian hari yang menyebalkan

Beberapa hari ini mengalami hal-hal yang sangat 'menyebalkan'. Pertama, merasakan krisis keuangan yang lumayan parah karena salah mengatur keuangan, meskipun di hari-hari biasa kondisinya tidak jauh berbeda. Kedua, pernah seharian merasa bad mood, bete banget, tapi tidak bisa tahu apa penyebabnya. Ketiga, mengalami krisis pulsa HP yang mencetak rekor. Walaupun biasanya tidak pernah mempunyai pulsa yang banyak tetapi bila pulsa habis langsung diisi. Hal ini berhubungan dengan poin pertama. Keempat, suatu hari durasi tidur hampir memecahkan rekor tidur saya, meskipun masih jauh, 13 jam. Rekor tertinggi masih dipegang dengan 18 jam. Keempat, suatu malam saat berjalan tiba-tiba tersandung batu yang cukup besar dan jempol kaki luka. Rasanya seperti orang bodoh.

Setelah berdiam diri beberapa lama dan mendapatkan pencerahan. Ternyata Allah lagi-lagi menunjukkan kasih sayangNya agar saya tidak semakin jauh dariNya. Kemudian teringat beberapa hari ini. Ternyata amalan saya sangat turun, ibadah tidak lagi khusyu, banyak amanah yang terlalaikan dan mungkin terlalu banyak hati yang disakiti. Astaghfirullah.

Dibalik hari-hari yang 'menyebalkan' ini tersimpan banyak rahasia Allah yang tidak terungkap. Di antara yang banyak itu saya berhasil menangkap yang satu. Entah benar atau salah. Sayapun tidak tahu. Hanya Allah Yang Maha Tahu.

Semoga hari depan lebih baik.

Monday, September 05, 2005

poem 5 : jejak akhir [satu] duniaku

menapaki jejak akhir satu duniaku
menyelinap di antara berat beban

menapaki jejak akhir satu duniaku
pun masih menyusun potongan diri

senja yang menggantung makin menguning
masih gamang meskipun semakin terang

termakan oleh derasnya waktu
tertimbun oleh ego rasa

tetap berdiri di retakan hati
tetap berharap sebuah cinta

berlari mengejar angin
terdiam, berdiri, menunggu, menangis, teriak

menapaki jejak akhir satu duniaku
akankah bermalam dengan bintang?

bandung, 5 september 2005

Friday, September 02, 2005

Catatan Perjalanan [2]

Hari kamis kemarin lagi-lagi menginjakkan kaki di bumi Jakarta. Panas dan berdebu. Dengan membawa misi memasukkan proposal ke beberapa perusahaan. Teman-teman dan saya berangkat pagi dari Bandung dan sampai di Jakarta menjelang siang. Mengendarai Ford Escape milik Fahed yang tangguh menaklukkan medan tol Cipularang. Sampai di Jakarta disambut dengan macet. Setelah makan pagi atau siang (branch) kami menuju ke kawasan Thamrin & Sudirman. Wuih kawasan bisnis. Berhasil memasukkan proposal ke BCA setelah berputar-putar karena hanya berbekal peta ditambah dengan kemacetan yang menjemukan. Sebuah ide cemerlang muncul " Gimana kalo naik busway aja??? Lebih cepet". Setelah memarkir kendaraan di Al Azhar, kami berlima menuju ruang tunggu buat busway (lupa namanya). Btw ada yang pernah naik bussway?? Ternyata kami berlima belum pernah ada yang naik busway. Ya sudah, jadinya hari itu saya naik busway untuk pertama kali. Sok-sokan gak mau duduk padahal ada kursi kosong, trus nanya gedung metropolitan sama orang ternyata udah kelewatan, akhirnya balik lagi. Sampai di gedung metropolitan akhirnya berhasil memasukkan proposal ke Intel. Lalu berjalan ke gedung Standard Chartered untuk nyari Compaq. Ternyata kantornya sudah pindah. Akhirnya kami kembali ke Al Azhar, mengambil mobil lalu ke Indosat untuk memasukkan proposal. Done!! Karena sudah sore kami memutuskan pulang meskipun masih menyisakan satu perusahaan lagi.
Hal-hal yang unik dari gedung-gedung yang kami masuki adalah soal penomoran lantai. Saat masuk ke lift keunikan tersebut terlihat. Kebanyakan gedung tidak mempunyai nomor lantai 5 dan 13. Tidak tahu kenapa. Mungkin berkaitan dengan mitos. Tapi yang paling saya ingat adalah saat ada di gedung Indosat. Saat berada di lift, no lantai diselidiki. Ternyata semuanya ada termasuk no 5 dan 13. Setelah diperiksa lagi ternyata no 7 tidak ada. Aneh....
Hasil dari proposal tersebut belum ada sampai hari ini. Tapi yang jelas leher saya sakit gara-gara salah posisi tidur di dalam mobil sewaktu perjalan pulang. Ughh..

Tuesday, August 30, 2005

poem 4

aku ingin berteriak " meskipun diam tapi aku bisa marah"

-setelah melewati satu hari yang menyebalkan-

Tentang mimpi

Ada seorang teman yang bercerita bahwa beliau bermimpi tentang seorang perempuan yang dalam kehidupan nyata memakai jilbab tetapi dalam mimpi beliau, perempuan tersebut tidak memakai jilbab. Pun saya sendiri tidak tahu apa maksud mimpi beliau tersebut.
Dalam HR Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dari Abu Hurairah ra. dikatakan “Mimpi seorang mukmin merupakan satu perempat puluh enam dari kenabian”. Ini berarti hanya mimpi seorang mukmin yang patut dipertimbangkan, karena merupakan pengkabaran dari Allah SWT. Itupun hanya sebagian kecil saja, yang digambarkan sebagai seperempat puluh enam bagian, dimana sebagian besar telah diberikan pada para nabi. Abu Bakar ra. terkenal sebagai ahli menakwilkan mimpi karena beliau adalah orang yang shidiq (jujur). Beliau pernah bermimpi sedang menaiki tangga bersama Rasulullah SAW, namun berselisih dua anak tangga. Takwil dari mimpi itu adalah beliau akan meninggal dua tahun setelah Rasulullah SAW wafat dan memang demikianlah yang terjadi. sumber : eramuslim.
Saya sendiri pun berkali-kali bermimpi tetapi setelah bangun biasanya tidak ingat atau mengerti apa yang ada di dalam mimpi. Dan biasanya mimpi yang datang merupakan penggambaran dari alam bawah sadar kita (minimal itulah yang saya rasakan). Keinginan, harapan ataupun kecemasan yang kita rasakan dalam alam sadar kita biasanya tertuang dalam mimpi. Bahkan pertanda yang dibukakan oleh Allah kepada kita (tentu saja untuk orang-orang tertentu).
Wallahu a'lam...

Friday, August 26, 2005

I want to listen, not only hear

D**n (kata-kata yang seharusnya diganti dengan Astaghfirullah). Tapi begitulah kira-kira yang ingin saya katakan pada diri saya sendiri. Memang begitu banyak kekurangan yang melekat pada diri saya tetapi yang satu ini sering muncul dan lumayan sulit dihindari. Saya tidak bisa mendengarkan. Bukan tidak bisa mendengar tapi tidak bisa mendengarkan.
Saya tidak termasuk tipe orang yang keras kepala. Tapi untuk pekerjaan yang satu ini yaitu mendengarkan, saya termasuk orang yang bodoh. Seperti salah satu tokoh dalam Harun dan Lautan Dongeng karya Salman Rushdie, yang pikirannya akan melayang saat jam berdentang 11 kali, apapun yang sedang dilakukannya. Begitu juga saya. Saat seseorang berbicara dengan saya, awalnya akan masuk ke otak dan hati. Tapi lama-kelamaan saya tidak bisa 'mendengarkan', apalagi topik yang sedang dibicarakan cukup membosankan. Bahkan pernah dari awal seseorang berbicara dan saya tidak bisa mendengarkan. Parahhhh. Tapi hal itu tidak terjadi setiap saat.
Paling kalau menghadapi kondisi seperti itu, saya akan mencoba fokus kembali kepada sang pembicara, menatap matanya (jika hal tersebut memungkinkan) dan memperbaiki posisi tubuh. Kadang berhasil, kadang tidak.
Semoga Allah yang Maha Mendengar membuka telinga dan hati saya....

Wednesday, August 24, 2005

Mati listrik

Beberapa waktu yang lalu Jakarta mati listrik. Sistem pembangkit Jawa-Bali tidak sanggup memasok daya yang sedemikian besar. Menurut salah satu sumber, konsumsi listrik di Jawa sekitar 80 % dari total konsumsi listrik di Indonesia.
Berbicara tentang listrik yang mati, mungkin yang paling merasakan [kerugian secara materi] adalah pihak industri. Membaca salah satu tulisan teman di milis yang khusus dibuat untuk mahasiswa yang melakukan kerja praktek [bulan juli] di PT Bogasari, perusahaan tersebut terkena imbasnya. Pabrik yang running selama 24 jam tersebut harus berhenti produksi beberapa saat. Dan penulis tidak mengetahui beberapa kerugian akibat padamnya listrik tersebut.
Berbicara soal kerugian, penulis pernah mendengar sebuah perbincangan di salah satu radio Bandung. Pihak PLN mempunyai prosedur penggantian kerugian akibat listrik yang padam. Nah masalahnya, menurut salah seorang pembicara yang merupakan pengurus YLKI, PLN tidak mempublikasikan prosedur tersebut dengan baik. Dan saat kemarin terjadi masalah padamnya listrik, pihak PLN menyatakan bahwa mereka telah mempunyai prosedur klaim penggantian kerugian dan masyarakat dapat menggunakan prosedur tersebut. Semoga pelayanan PLN yang menangani hajat hidup umat ini semakin baik ke depannya.
Sebagai masyarakat salah satu yang bisa dilakukan adalah berhemat dalam pemakaian energi. Mungkin termasuk mengurangi pemakaian komputer terutama untuk mengisi di blog ini. ;p

poem 3

Putih, dingin, lembut, bersih
Hitam, panas, kasar, kotor
Sisi diri menenggelamkan
Mencuat tak tentu
Menyerap segala tanpa tuju
Berjalan, menatap, berpikir
Menyesal, menangis dan berhenti
Berdiri....

-for my soul-

poem 2

Rasakan, ini adalah keindahan
Kebaikan, tulus
Kecantikan, anggun
Rasa terpadu dalam hati
Menyeruk ke relung kosong
Apakah memang kosong?
Rembeskan ke dalam
rasakan dinginnya

-untuk hatiku yang keras-

poem 1

semburat cahaya dingin menyentuh wajah kotor
ribuan keindahan bertabur di mata
aku tak menyangkal, itu adalah kecantikan
keindahan yang terpancar

memaku, menatap
sederhana
itu yang aku lihat

sebuah tamparan lembut
menyadarkan, itu adalah kesalahan
meyakinkan, itu tidak boleh dilakukan sekarang
memejam, menutup hati
aku akan memberikan suatu saat nanti

-for someone of my future-

Sampah (eps. mahasiswa tk akhir)

Sekarang sudah masuk tingkat 4. Itu berarti kalau lancar, saat ini adalah tahun terakhir kuliah di ITB. Pingin rasanya nglakuin sesuatu yang belum pernah dilakuin selama kuliah di kampus. Sesuatu yang baru, sesuatu yang besar atau sesuatu yang gila. Tapi apa ya?
Sekarang sudah masuk tingkat 4. Rasanya udah tua gini. Padahal kan masih muda ;p. Udah punya adik kelas 3 angkatan. hiks....
Sekarang sudah masuk tingkat 4. Itu berarti harus mulai lebih serius masa depan. Apapun itu. Nggak boleh lagi kebanyakan hahahehe meskipun sedikit-sedikit perlu. Udah harus mulai mikirin habis kuliah S1 mau kemana. Pokoknya serius.
Sekarang sudah masuk tingkat 4. Apa lagi ya?
May 4JJI show me better way. Amin

OSKM

OSKM, Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa ITB. Sebuah kaderisasi massal yang ditujukan untuk semua mahasiswa baru ITB yang diadakan oleh Keluarga Mahasiswa ITB. KM ITB, jika di universitas lain mungkin lebih dikenal dengan sebuatan BEM.
Sejak kuliah sampai sekarang, penulis telah mengalami atau paling tidak melihat 4 OSKM. OSKM 2002, penulis sebagai peserta. OSKM 2003, penulis hanya sebagai penonton. OSKM 2003 penulis ditunjuk menjadi mentor agama. Dan yang terakhir ini, OSKM 2005, peran penulis seperti OSKM 2004. Dan kalau tidak terjadi apa-apa, maka penulis akan masih melihat OSKM 2006 tahun depan.
Sebuah acara yang tiap awal tahun menghabiskan begitu banyak energi. Jumlah panitia yang ratusan, kemudian dana yang dikeluarkan tidak bisa dikatakan sedikit. Bayangkan saja. Jumlah peserta OSKM sekitar 2000 orang, dan setiap hari pihak panitia OSKM menanggung makan siang peserta (plus panitia). Nah kalau setiap bungkus berharga Rp 3000 maka dana yang harus dikeluarkan berapa. Belum lagi untuk logistik, obat-obatan dan sebagainya. Meskipun penulis tidak mempunyai data yang tepat berapa jumlah dana yang dihabiskan untuk OSKM tahun ini.
OSKM mungkin dipandang sebagai ospek sebagaimana yang ada di kampus lain. Mungkin benar, mungkin juga tidak. Yang jelas sejak 2002, OSKM merupakan acara yang legal, dalam artian diketahui, disetujui dan didukung oleh pihak rektorat. Terlepas dari seperti apa pelaksanaannya.
OSKM merupakan sebuah proses kaderisasi. Mengenalkan mahasiswa baru kepada dunia kemahasiswaan dan kampus. Sebagai upaya kaderisasi, tentu saja ada nilai-nilai yang ingin disampaikan pada manusia yang dikader. Melihat pelaksanaan 4 OSKM ini, penulis melihat bahwa nilai yang disampaikan tidak berbeda jauh, mungkin hanya berbeda pada titik tekan. Melihat potensi diri sebagai mahasiswa, lalu mencoba mengenali masalah yang ada di masyarakat sekitar, kemudian melakukan kontribusi nyata untuk menyelesaikan masalah yang ada. Mungkin begitu yang penulis kenali tentang materi OSKM. Intinya kontribusi.
Satu hal yang unik dari OSKM adalah seremoni pembukaan dan penutupan. Mungkin kalau dilihat seperti pasukan perang yang ada di film kolosal. Bayangkan saja, 2000an orang berkumpul di satu tempat, ditambah panitia OSKM yang sebagian membawa panji-panji dan bendera. Sang komandan lapangan yang berteriak di depan peserta. Lalu diiringi dengan dentuman musik instrumen, biasanya karangan Kitaro atau musik instrumen lainnya. Penampilan akustik yang membawakan lagu kampus, Mentari dan lagu kampus lainnya.
Semoga dengan OSKM yang menghabiskan begitu banyak energi tersebut mampu membangkitkan kesadaran mahasiswa ITB tentang keberadaannya di tengah masyarakat dan atas kewajibannya untuk memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat. Semoga...
Untuk Tuhan, bangsa dan almamater. Merdeka !!!!

Saturday, August 13, 2005

hampa

terbuka, kosong
tanyaku belum terjawab
membungkus bodohku dalam luka
menghempas pikirku dalam ruang hampa
termenung, berdiri
menatap segala tampak kosong
akankah pandangku menyentuh sesuatu
ataukah akan tetap sama?

Friday, August 05, 2005

Cinta

Aku ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

(Sapardi Djoko Damono, 1989)

Apakah memang sesederhana itukah mencinta? Bisa jadi. Tapi apakah cinta itu sederhana? Sepertinya memang tidak. Sebuah kata yang tidak akan habis diulas. Dan kata itulah yang konon memberikan inspirasi pada pengarang cerita ataupun lagu. Meskipun sering saya rasakan makna yang dibentuk menjadi begitu dangkal. Ahhh...

Sering hanya dimaknai rasa suka dua lawan jenis. Memang tidak salah menerjemahkannya seperti itu tetapi cinta memang tidak sedangkal itu.

Allah memberikan cintaNya kepada makhluk tanpa putus. Rasululullah saw sampai menangis karena kecintaan pada umatnya. Ayah & Bunda kita memberikan cintanya agar kita menjadi anak yang sholeh. Demikian juga keluarga kita yang lain, sahabat kita, guru kita dan manusia lainnya.

Sungguh merugi apabila cinta hanya dimaknai dengan hubungan antara dua jenis yang bahkan belum dibingkai dengan ikatan suci. Sunggguh merugi apabila bukan kecintaan Allah yang paling utama. Sungguh merugi apabila kecintaan kita kepada tokoh melebihi kecintaan kita pada Rasulullah saw. Sungguh merugi apabila kita tidak bisa membalas cinta Ibu Bapak kita. Dan orang-orang yang mencintai kita dengan tulus.

Dan juga cinta kepada manusia yang diciptakan dari tulang rusuk Adam. Dan tentu saja telah diikat dengan 'perjanjian yang berat'. It means our soulmate. Seseorang dimana kita bisa menyempurnakan setengah agama kita. Seseorang yang menjadi teman hidup kita. Seseorang yang mencintai kita karena Allah dan kita mencintainya karena Allah. Sekarang saya hanya berpikir 'seseorang'.


Ya Allah karuniakanlah rasa cinta kepadaku agar aku dapat mencintaiMu
Karuniakanlah kepadaku manusia-manusia yang mencintaiMu, mencintaiku karenaMu dan aku mencintainya karenaMu

Thursday, August 04, 2005

Nice to meet me

Seringkali kali saya tidak tahu apa yang benar-benar saya inginkan. Seringkali melakukan sesuatu karena keadaan atau karena biasa melakukannya. Bukan sekedar keinginan. Tetapi keinginan yang apabila dilakukan akan menimbulkan semacam kepuasan. Self actualization. Sampai kita bisa mengatakan Gila Gue Banget Nih.

Tidak jarang kita melakukan sesuatu karena hal itu dibutuhkan oleh sekitar kita. Maka kita akan sering kompromi dengan hal-hal semacam itu. Apabila sesuatu yang dibutuhkan oleh sekitar kita yang diwujudkan oleh tindakan kita itu memang seperti yang kita inginkan, sepertinya tidak jadi masalah. Begitu pula bila sebaliknya. Karena masalah keinginan akan berkaitan dengan pola pikir, sikap yang ada di dalam masing-masing diri manusia. Dan pola pikir terbentuk dari akumulasi persepsi-persepsi yang diterima oleh masing-masing manusia. Bahkan tidak jarang kita
merasa terpaksa (dipaksa) untuk melakukan sesuatu.

Orang yang paling baik adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Begitulah Rasulullah SAW menyontohkan pada kita. Maka sudah sepantasnya kita berusaha untuk melakukan banyak hal bagi orang lain. Dan kita melakukannya karena keinginan kita bukan hanya sekedar penggugur kewajiban. Melakukan sesuatu untuk orang lain sebagai bagian dari aktualisasi diri kita.

Di antara sekian banyak sekat yang ada dalam kehidupan kita, kita mempunyai kehidupan pribadi. Sebuah sekat yang benar-benar kita miliki sendiri. Atau bahkan mungkin bisa dibagi dan bermanfaat bagi orang lain. Sebuah sekat yang kita bentuk
sesuai dengan keinginan kita. Masih ingat tausiyah dari Kang Firman saat mengisi ta'lim kelas. Bahwa manusia mempunyai ruang masing-masing. Dan ruang itulah yang harus ditemukan dan diisi oleh masing-masing manusia. Dan ruang itu adalah unik. Setiap kita dianugerahi oleh Allah berbagai potensi yang berbeda dan unik. Dan potensi itulah yang akan mendorong kita menemukan ruang yang cocok untuk kita. Saat memasuki ruang yang salah kita akan merasakan kekeringan. Kita akan merasakan bahwa diri kita bukanlah diri kita yang sebenarnya. Dan saat kita menemukan ruang yang memang 'diciptakan' untuk kita, kita akan dapat mengatakan 'nice to meet me'.

I wanna think
I wanna read
I wanna write
nice to meet me......

Tuesday, August 02, 2005

Catatan seorang aksel

Aksel adalah sebutan yang biasa dipakai teman-teman saya sekarang untuk memanggilku. Memang tidak terlalu sering dipakai tetapi kadang cukup membuat risih. Berawal dari pengakuan saya bahwa saya adalah salah satu lulusan SMU program akselerasi sebuah SMU swasta yang ada di Bekasi. Hal yang membuat saya terkadang merasa kurang sreg dipanggil aksel adalah [meskipun nggak bego-bego amat, tapi] aku bukan seorang jenius. Itu saja.
Kenapa bernama akselerasi, sayapun tidak tahu. Sepengetahuan saya akselerasi adalah perubahan kecepatan per satuan waktu (pengertian dalam konteks fisika). Untuk dapat melewati masa SMU ‘hanya’ ditempuh dalam dua tahun dan bukannya tiga tahun seperti program SMU yang ‘konvensional’. Berbicara tentang kata akselerasi sendiri, menurut saya tidak ada yang dipercepat dalam pendidikan pada program akselerasi. Karena memang dari awal program, speed yang dipasang memang berbeda. Beban pendidikan yang pada umumnya diberikan dalam 3 tahun, harus dikompres, diperas menjadi 2 tahun. Bahan (materi) pengajaran yang diberikan persis sama dengan yang diberikan di SMU ‘biasa’, hanya saja disajikan dengan lebih kilat.
Terdapat beberapa kritik tentang pendidikan yang memakai program akselerasi. Sebuah kritik diberikan oleh J. Drost dalam esai-esai pendidikan yang ditulis oleh beliau. Bahwa segala jenis pendidikan yang dilakukan dengan tidak alami akan menghasilkan ‘sesuatu’ yang kurang baik. Termasuk akselerasi. Mungkin beliau menganggap bahwa yang alami adalah SMU dengan masa tempuh 3 tahun. Tetapi beliau belum memberikan penjelasan lebih jauh tentang pendapatnya tersebut.
Terlepas dari kritik di atas, sebagai seorang aksel dimana sekolah saya adalah salah satu sekolah yang pertama kali memakai program ini dan saya adalah angkatan ke 3 program akselerasi, terdapat beberapa kelebihan, keenakan, kekurangan, ketidaknyamanan (atau apapun namanya) yang saya rasakan selama 2 tahun menempuh program ini.
Kekurangan atau ketidaknyamanan yang saya rasakan antara lain adalah:
Pertama. Beban pendidikan yang cukup (atau sangat) berat. Bayangkan saja, bahan yang normalnya diberikan dalam 3 tahun harus dicerna dalam 2 tahun. Saat dulu masih memakai sistem cawu, tahun pertama terdiri dari 5 cawu dan tahun kedua terdiri dari 4 cawu. Pernah merasakan 1 cawu di sekolah ‘normal’ sebelum memutuskan untuk pindah ke sekolah ‘aneh’ ini. Merasakan perbedaan yang signifikan dalam kecepatan pengajarannya. Di sekolah aneh ini, 1 bab bisa diselesaikan dalam 1 kali pertemuan atau 2 jam pelajaran. Pfuihh… Dengan beban pendidikan semacam itu rasanya hidup hanya untuk belajar di sekolah. Kan belajar nggak hanya di sekolah kan. Tapi nggak sih. Karena sekolah cuma sampai hari jum’at maka week end bisa dipakai maen sepuasnya.
Kedua. Program ini sedikit banyak mempengaruhi gaya belajar saya [sekarang saya seorang mahasiswa]. Karena diberikan dengan sangat kilat, maka harus diimbangi dengan gaya belajar yang kilat pula. Memang di kelas diskusi tentang materi yang diajarkan juga berlangsung, tetapi tidak bisa dikupas dengan lebih mendalam. Lebih sering terasa seperti ngejar setoran.
Ketiga. Dengan berbagai ketidaknyaman yang dirasakan, maka beberapa dari kami memutuskan untuk cepat keluar dari sekolah ini. [Kalau hal ini memang hanya bercanda, mana mungkin bisa keluar lebih cepat, kalau nggak di-DO]. Hanya saja memang dirasakan. Membuat suasana SMU yang [katanya] seharusnya menjadi masa yang paling indah, tidak bisa dirasakan. Hiks…
Keempat. [Memang benar-benar baru terpikirkan sekarang]. Saat mengikuti program tersebut rasanya tidak mendapatkan feedback dari pihak sekolah tentang kondisi ‘kejiwaan’ kami. Memang sih di sekolah saya dulu terdapat seorang psikologi tetapi itupun hanya melakukan tes psikologi saat awal sebelum masuk program ini dan saat menjelang ujian akhir. Itupun hasilnya tidak diberikan. Pernah diskusi hanya tentang jurusan yang dipilih saat kuliah nanti. Karena terus terang saya masih merasa seperti anak kecil [kalo ini nih emang pribadi ;p]
Disamping terdapat ketidaknyamanan yang dirasakan sebenarnya sangat banyak kelebihan yang saya rasakan dengan program ini.
Pertama. Hemat waktu. Kalau bisa dalam dua tahun kenapa mesti tiga tahun. Hasilnya lulus lebih cepat daripada teman-teman yang dahulu sama-sama berjuang di SMP dan masuk kuliah lebih cepat [tapi lulusnya belum bisa dijamin lebih cepat]. Apalagi dahulu ikut program ini dengan gratis. Tanpa bayar sepeserpun. Siapa coba yang nggak mau barang gratisan.
Kedua. Yang kedua ini lebih bersifat ke sekolahnya. Dahulu di sekolah saya memakai asrama. Dengan asrama ini saya cukup terbiasa hidup mandiri [tetapi nggak juga sih karena makan disediain, pakaian dicuci dan disetrikain hehe]. Bisa kenal banyak orang dari bangun tidur sampai tidur lagi plus kebiasan dan sifat-sifatnya. Fasilitasnya lumayan mendukung [lagi-lagi barang gratisan tapi bagus…]. Di sekolah ini ilmu agama juga diperdalam. Guru pengajarnya saya rasakan cukup kompeten dan bersedia diajak diskusi. [Saya pernah punya pengalaman pas masih sekolah di sekolah ‘biasa’, pernah berdebat sama gurunya, tetapi gurunya keukeuh gak mau ngalah padahal saya pake referensi huhh]. Pernah juga, kalo sedang bosan kelas bisa dipindahkan ke taman atau ke masjid [maksudnya cuma ngajarnya doank, gak sampe bawa meja dan kursi].
Yah terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang dirasakan pada program akselerasi oleh seorang aksel seperti saya ini, program seperti ini memang harus terus dikaji ulang agar menjadi program yang lebih baik. Karena program ini telah lama merembet sampai ke tingkat SD, maka perlu terus diperbaiki agar tujuan pendidikan yang mendewasakan manusia tidak menjadi pendidikan yang membebani dan mengerdilkan manusia. Hidup aksel………

Saturday, July 09, 2005

Ramahnya dunia (statistik)

Sebelumnya minta maaf apabila ada yang merasa tersinggung. Tetapi inilah yang saya rasakan beberapa hari terakhir. Minimal inilah sedikit pikiran yang sempat terlintas saat saya melakukan kerja praktek di salah satu perusahaan di Jakarta Utara.
Saya cukup menyukai statistik meskipun tidak bisa dikatakan jago. (Kebetulan saya punya seorang teman yang pernah cerita masalah statistik dan filosofinya).
Kerja praktek atau praktek kerja lapangan (perusahaan tempat saya KP menyebutnya dengan PKL), dengan maksud memberikan kesempatan bagi para pemagang untuk belajar bekerja. Ya benar-benar bekerja. Karena itulah yang didefinisikan perusahaan tentang KP. Dan itu benar-benar terasa. At least masuk jam 8 pulang jam 5 sore (persisi seperti pegawai beneran).
Kembali ke masalah statistik. Suatu metode yang saya pakai untuk mengambil data (saat KP) memang berbau statistik. Lebih khusunya masalah pengambilan sample (alias sampling). Nah karena sampel (dari namanya sudah dapat dibaca 'bukan populasi') makanya yang diambil hanya sebagian. Kurang lebih pengambilan datanya seperti ini. Mengambil data tentang pekerjaan pekerja pada waktu yang telah ditentukan secara acak sebelumnya. Secara garis besar cuma dua, apakah pekerja itu sedang bekerja atau sedang nganggur. Karena pekerja ini memang diproyesikan untuk beristirahat dan menyediakan pasokan (karena sebelumnya bergantian dengan pekerja yang lain untuk mengoperasikan mesin) maka secara logika memang akan lebih banyak menganggur. Nah satu orang mengamati satu pekerja (termasuk saya). Nah sayangnya, pekerja yang dimaksud bekerja di saat yang salah. Kenapa salah karena saat diamati pekerja tersebut beberapa kali bekerja tidak bertepatan dengan waktu pengambilan data (karena memang begitulah seharusnya, sesuai dengan waktu pengamatan yang telah ditentukan secara acak sebelumnya). Tetapi 'kekejaman' statistik sangat terasa saat pekerja kembali bekerja saat setelah makan siang. Pernah suatu hari setelah makan siang, sampling pekerja menunjukkan bahwa dia tidak bekerja sama sekali (alias nol produktif). Dan untuk orang yang belum pernah mengetahui tentang statistik, akan menganggap bahwa pekerja itu tidak bekerja sama sekali setelah makan siang. Tetapi sebenarnya tidak seperti itu. Seperti kata saya tadi, pekerja tersebut beberapa kali bekerja di saat yang 'salah'. Dan setelah beberapa hari mengumpulkan data, ternyata data yang dikumpulkan tersebut mempunyai kemungkinan besar salah. Bukan masalah statistik tetapi lebih ke masalah prosedur pengambilan datanya. Hiks
Ternyata memang masih harus banyak (dan terus) belajar. Kapan lagi mahasiswa 'dipekerjakan' dan bisa maen2 ke pabrik, trus dapat makan siang gratis dan pake pakaian resmi nan rapi kalo bukan saat Kerja Praktek. Ternyata bekerja memang susah dan capek sekaligus menantang. Kalo saat kuliah, data sudah ada tinggal diolah, justru sebenarnya pengambilan data merupakan satu fase yang cukup sulit. Harus belajar banyak cara mengambil data yang benar. Pfuih.
Dan yang dirasakan sih (saat KP) ilmu yang dimiliki belum ada apa-apanya. Meskipun di perusahaan juga belum nerapin sih (agak sombong dikit). Masih lumayan berantakan hehe. Pokoknya di KP, sebisa mungkin 'bekerja' dengan baik, syukur2 dapat banyak pengalaman (karena yang jelas katanya nggak bakal dapat fee, upsss:p.

Tuesday, June 28, 2005

Sampah

Tapi kini keadaan hidupku telah jauh berbeda
Tak ada lagi hati aku tunggu 'tuk selesai berdandan
(So7 Sekali Lagi)

Saya tidak akan membahas tentang lagu ini (meskipun saya cukup menyukainya dan beberapa lagu So7 yang lain karena kelugasan bukan 'kepuitisan' bahasanya). Saya juga tidak akan membahas tentang cinta (seperti beberapa blog teman, ups tidak bermaksud menyinggung siapapun). Karena saya tidak akan menulis sesuatu hal yang penting (mungkin).
Beberapa hari dihabiskan untuk menunggu kepastian Kerja Praktek (hari gini masih nunggu KP..) sedangkan teman-teman lain mungkin sudah hampir menyelesaikan KP nya. Dan baru liburan kali ini merasa sangat bingung karena tidak tahu harus mulai dari mana.
Beberapa hari nyampah dengan membaca buku (tentunya bukan buku kuliah). Dan saya belum pernah membaca buku sebanyak ini dalam waktu seminggu. Memang buku yang saya baca tidak terlalu banyak, tapi lagi-lagi saya 'ditampar' oleh buku-buku yang saya baca ini. Menyadarkan saya tentang beberapa hal yang saya abaikan sebelumnya. Saat membaca buku biografi tokoh saya cuma bisa bilang : O ada ya orang seperti itu. Saat membaca buku cerita : Dari mana ya dapat idenya (padahal sepele lho, tapi say nggak pernah kepikiran). Dan beberapa pikiran lain yang terlintas terlintas sewaktu membaca buku. Kok bisa ya nulis kayak gini. Subhanallah.
Nah balik lagi ke buku yang 'ringan tangan'. Memang buku-buku sebelumnya yang berhasil menampar saya lebih banyak buku-buku pengetahuan populer yang didukung dengan penelitian, pendapat ahli bahkan dalil-dalil. Tapi kali ini buku yang berhasil membukakan saya adalah buku cerita berwujud novel. Sebuah novel tentang kehidupan sehari-hari, ditulis tanpa banyak kata-kata yang indah (seperti karya sastra tingkat tinggi), berhalaman tidak terlalu banyak (untuk ukuran sebuah novel) meskipun sedikit khayal. Kalau bisa dibilang : Gilee, (ceritanya) gue banget. Dan memang ketika membelinya sewaktu ada pameran buku Gramedia di Sabuga, saya membelinya setelah membaca bagian belakang bukunya dan merasa isi ceritanya mungkin mirip dengan keseharian saya disamping karena ada diskon 15% (lumayan, jarang2 buku Gramedia dapat diskon).
Semoga liburan ini memberikan awalan yang baik untuk diri saya agar bisa berbuat lebih baik untuk orang lain. Yang jelas sesuatu yang lebih baik daripada sekedar nyampah sambil baca buku. Pusing euy...

Tuesday, June 21, 2005

Life of Pi

Sebuah buku yang baru selesai saya baca beberapa waktu yang lalu. Buku ini diangkat dari kisah nyata. Sebenarnya terselip rasa ragu apakah cerita yang diangkat ini memang kisah nyata atau tidak, karena bagi saya cerita manusia yang bernama Piscine Molitor Patel ini sangat luar biasa. Ketidakpercayaan yang juga tergambar di buku ini pada bagian akhirnya.
Kisah yang menceritakan tentang perjuangan bertahan hidup seorang bocah yang berusia 16 tahun di sebuah sekoci yang ditemani oleh hewan salah satunya seekor harimau karena kapal barang yang ditumpanginya tenggelam. Kisah bertahan hidup selama 7 bulan di Samudera Pasifik dan tragisnya setelah di menginjakkan kakinya di Meksiko dan terbaring di rumah sakit lalu 2 orang pejabat bertanya tentang kisahnya dan kenapa kapal yang ditumpanginya tenggelam, dua orang itu tidak mempercayai ceritanya. Mungkin ceritanya dianggap tidak logis.
Sebenarnya banyak yang bisa diambil dari Pi (Piscine Molitor Patel memanggil namanya dengan sebutan ini). Karena kebodohan saya, mungkin tidak banyak yang dapat saya ambil dari kisahnya.
Pengalaman spiritualnya bisa dikatakan sangat tinggi. Seperti yang ditulis blurb (ringkasan isi cerita, biasanya ada di bagian belakang buku) buku ini. Meskipun mungkin agak sedikit janggal. Hindu, Islam dan Kristen mewarnai jiwanya pada saat yang bersamaan. Beberapa kalimat mungkin sedikit menggugah keber-agamaan kita. Bagaimana pada suatu waktu seorang Imam (muslim), pastur dan pemuka Hindu (saya lupa sebutannya, maap) berdebat saling mencela agama lain, membela agamanya sendiri dan bersikeras bahwa Pi telah masuk ke agamanya. Bagaimana Tuhan perlu dibela sedangkan orang yang meminta-minta dibiarkan saja. Nah bukankan Agama tidak hanya mengajarkan bagaimana berhubungan dengan Tuhan tapi bagaimana kita juga berhubungan dengan makhlukNya.
Pi bertahan hidup selama 7 bulan di lautan bebas karena ia tinggal bersama seekor harimau (jangan dibayangkan bahwa ini harimau sirkus yang jinak). Suatu yang aneh, tetapi begitulah. Pi mengaku bahwa dia mungkin sudah 'mati' apabila tidak ada Richard Parker (nama harimau itu). Karena Richard Parkerlah dia mempunyai semangat untuk tetap bertahan hidup. Meskipun pada akhirnya Richard Parker meninggalkannya tanpa pamit, tidak memberi kesempatan Pi untuk berterima kasih padanya, saat sekoci yang ditumpanginya menyentuh daratan Meksiko.
Sebuah kisah yang membuat kita bersyukur pada apa-apa yang dianugerahkan Tuhan kepada kita. Tentang perjuangan hidup yang sangat 'dahsyat'.
Sebuah novel yang saya sarankan untuk dibaca.(Tapi buat yang mudah jijik, hati-hati membacanya, ada beberapa bagian yang mungkin menyebabkan mual).
Wallahu'alam

Saturday, June 18, 2005

...masalah...

Bismillah.
Apa artinya masalah bagi seorang mahasiswa (katakanlah manusia intelek)? Masalah tuh katanya adanya ketidakcocokan antara teori dengan kenyataan (bener nggak sih?). Trus katanya lagi masalah tuh harus dilihat dari berbagai sisi atau aspek sebelum menyusun solusinya. Meminjam istilah Ary Ginanjar dalam buku beliau ESQ Power 'berpikir melingkar'.
Dan katanya lagi kita hidup karena masalah dan kita berkembang karena masalah-masalah yang kita hadapi dan masalah-masalah yang berhasil diselesaikan.
Sesuatu yang kita pelajari sedikit banyak akan menjadi pola pikir (setahuku memang itulah salah satu tujuan pendidikan).
Aku akan menulis sepengetahuanku saja. Karena aku dibesarkan di Tek.Industri maka aku akan mencoba menulis dari sisi itu.
(Sebelumnya maaf jika nantinya aku lebih banyak 'sok' tahu tentang TI)
Bicara soal TI, yang aku tahu adalah problem solving (karena itu disebut teknik) yang mengurusi industri (makanya pake embel-embel industri). Selebihnya yang ada di kepalaku adalah produktifitas, efektifitas dan efisiensi, there is no best way but there is always better way, bla bla. Seseorang yang ngaku mempelajari TI, idealnya berpikir secara sistem. Memandang persoalan dari berbagai sisi, bukan secara parsial. Tergantung sistem yang menaungi permasalahan itu. Aspek yang biasanya dilihat adalah manusia, mesin, uang, material, metode, informasi dll (Teman2 di TI pasti sudah cukup tahu).
Aku akan mencoba lebih spesifik lagi. Karena merasa belum 'mumpuni' jika membahas masalah secara sistem, maka aku akan mencoba membahas masalah lewat sisi manusia (human factor atau ergonomi).
Secara ideal, kita harus menggunakan referensi apabila berbicara tentang suatu hal, apakah itu teori, pendapat ahli atau apapun yang bisa dipertanggungjawabkan. Tapi dunia tak seindah dalam buku Bung!! Untuk itulah diperlukan kreatifitas untuk memandang dan memecahkan suatu masalah. Sebagai contoh di buku Teknik Tata Cara Kerja atau karangan Niebel, disebutkan bahwa temperatur ideal untuk bekerja adalah 25 derajat celcius dan semakin rendah apabila pekerjaannya semakin berat. Saat turun ke shopfloor (misalnya ke perusahaan pembuatan sepeda Polygon) wuiiih sepertinya suhunya jauh di atas 25 derajat deh (seharusnya juga pake data kuantitatif misalnya diukur pake termometer). Karena memakai konsep Human Centered Design dan lagi megang buku TTCK, wah ini nggak cocok ama yang di buku seharusnya emmm... 24 derajat nih. Trus solusinya gimana? Karena ini nih di Surabaya dan meskipun semua tembok diubah jadi jendela, nggak bakalan turun jadi 24 deh. Gimana kalo pake AC aja, kan bisa diatur-atur tuh suhunya. Lalu seorang dosen yang jago masalah2 yang beginian akan berkata: Ya elah, kalo gitu mah gak usah jauh-jauh kuliah di TI ITB, anak es-em-pe juga tahu.
Nah begitulah. Mungkin semua sudah mengetahui apabila menghadapi permasalahan harus dilihat dari berbagai sisi. Tidak terburu-buru mendefinisikan masalah lalu terburu-buru juga menelurkan solusinya. Sehingga solusi yang dikeluarkan memang benar2 menyelesaikan masalah, bukan menyebabkan masalah baru.
Selamat menghadapi masalah. We can't life without problem (I think...)
Wallahu'alam.

Monday, June 13, 2005

Catatan perjalanan

Bismillah.
Mencoba menulis tentang kisah Kuliah Kerja TI ITB 2002 beberapa hari yang lalu lewat sudut pandangku.
Sebuah perjalanan yang cukup panjang (Bandung-Surabaya-Malang) yang bagi beberapa orang memang terasa sangat panjang. Tapi sepertinya tidak bagiku yang biasa pulang pergi Bandung-Madiun.
Satu yang bisa aku dapat dari kulker ini khususnya waktu kunjungan ke perusahaan adalah " Gile, TI banget!!!!!! " atau yang lebih spesifik yang dapat aku tangkap adalah " Gile, APK banget!!!!! " (tanpa bermaksud ber-tinggi hati, tapi itulah menurutku :p). Sebuah kalimat yang aku dengar beberapa kali (saat kulker juga) " Pencerahan buat anak APK ". Aku rasa kalimat itu lebih cocok (lagi2 menurutku) seperti ini : " Pencerahan buat anak-anak yang belum tahu APK, bukan cuma ngukur pantat popliteal doang ". Ups semoga nggak ada yang tersinggung :D.
Sebuah dunia kerja (beneran) aku lihat saat kulker itu juga. Dulunya nggak pernah kebayang bagaimana ilmu TI dipake di kerjaan. Pas kulker kemarin, lumayanlah dapat sedikit 'hint' apa saja yang dipake di kerja, meskipun nggak ngerti2 amat.
Kulker ini aku pikir cukup berharga (apa yang didapat dibandingkan dengan biaya yang dikeluarin). Thanks buat temen2 yang bersusah payah bikin kulker ini.
Such a nice trip (I think....)
Akhir kata.....
-Ditulis di 'rumah kedua' di samping orang-orang yang 'mroyek' pake ilmunya-

Saturday, June 11, 2005

debut

Mengawali tulisan dengan Nama Tuhan
Pfuiiih, akhirnya keinginan lama kesampaian juga (bisa nulis sesuatu selain di buku dan di 'kepala'). Tidak ada keinginan khusus kenapa buat tulisan dalam bentuk blog. Hanya mencoba berbagi isi otak dengan orang lain dan sebisa mungkin mendapat tanggapan. Jika dikatakan sebagai pelarian dari dunia nyata, aku hanya bisa berkata " mungkin ", karena aku sendiri tak tahu. Yang jelas aku hanya mencoba mencari sesuatu yang baru lewat blog ini.
'Aku ingin hidup lewat tulisanku'