Tuesday, September 27, 2005

poem 8

Keharuman yang memikat mata
Terbungkus oleh diri yang masih tinggi
Dua jiwa yang tak pernah bertemu

Kesedihan yang terus merangkak
Membukakan hati untuk tetap melihat ke bawah
Menyusuri sisi diri yang lain

Senyuman yang membuka pagi
Membagi kebahagiaan walau hanya setitik
Menyelami sisi diri yang lain

Tetaplah bersinar bidadariku
Berharaplah semua akan berpendar karenamu
Biarkanku dalam gelapku
Biarkanku dalam kelamku
Karena aku akan bangkit dengan cahayaku
Karena egoku

Cairkan keras hatiku
Bukakan mataku
Teriaklah di telingaku
Pukul aku jika perlu

Saturday, September 24, 2005

Blind is only a character

Blind is only a character. Sama seperti karakter lain yang ada pada diri kita. Ada orang yang tercipta pendek dan ada juga yang tinggi. Begitulah sepetik kalimat yang saya dengarkan sembari tetap menjaga waktu di sebuah seminar yang diadakan oleh lab saya. Kalimat yang dilontarkan oleh seorang pemakalah yang kebetulan seoarang tuna netra. Beliau mengoperasikan sendiri sebuah laptop dibantu dengan sebuah software. Pak Didi Tarsidi namanya, seorang dosen UPI. Menurut beliau juga dunia IT tidak pernah mendiskriminasi.

Sering kali kita terpaku dalam kekurangan yang kita miliki. Jikalau kekurangan tersebut kita sikapi dengan proses perbaikan diri, rasanya malah lebih baik. Tetapi jika kita menggunakan kekurangan kita sebagai tameng untuk enggan melakukan sesuatu, itulah yang menjadi masalah. Bisa saja Pak Didi menggunakan ketunanetraannya sebagai alat untuk mencari belas kasihan orang lain. Tetapi beliau memilih untuk berjuang bahkan pernah keliling keluar negeri. Sungguh semangat yang luar biasa.

Don't judge a book by its cover. Kita sering memandang dunia dengan mata fisik. Padahal banyak sekali makna yang terkandung di balik apa-apa yang kita lihat. Sudah banyak saya kira perihal yang menyangkut hal ini. Kembali lagi ke pernyataan Pak Didi bahwa dunia IT tidak pernah mendiskriminasi. Kita tidak tahu orang seperti apa yang sedang berbalas e-mail dengan kita, kita tidak tahu apakah orang yang sedang di depan komputer seberang mempunyai kepala (ini juga satu lelucon yang disampaikan Pak Didi). Kita hanya tahu pikiran-pikiran lewat tulisan yang digoreskan oleh lawan bicara kita di dunia seberang.

Rasanya malu, seorang manusia seperti Pak Didi mempunyai semangat yang begitu besar padahal mempunyai kekurangan pada hal fisik. Menjadi renungan saya juga, seharusnya saya juga bisa bersemangat seperti beliau.

Friday, September 16, 2005

lampu merah simpang dago

Mudahkan hidupnya hiasi dengan belai Mu
Sucikan tangan-tangan yang memegang erat harta
Terangi harinya dengan lembut mentari Mu
Buka genggaman yang telah menjadi hak mereka
(Lihat, dengar, rasakan by Sheila on 7)

Seringkali merasakan kebimbangan saat lampu merah di simpang Dago. Biasanya saat lampu merah itulah, pengamen-pengamen menyerbu angkot yang terpaksa berhenti karena lampu merah. Nah saat pengamen itu selesai menyanyi atau aktifitas lain apapun namanya, mereka akan menyodorkan sebuah tempat untuk para pendengar mereka memberikan uang 'jasa'.

Saat itulah terjadi kebimbangan antara memberi atau tidak. Kalau memang benar-benar tidak ada uang receh, tidak menjadi masalah. (Kenapa coba harus uang receh?). Sebenarnya bukan masalah uang, tetapi masalah hati nurani atau moral (waduh sebenarnya malu kalau ngomongin masalah ini). Mengikuti diskusi sebuah forum di dunia maya, bahwa sebenarnya dengan bekerja di pinggir jalan itu mereka (pengamen, anak jalanan dsb) mendapatkan uang sekitar 750 ribu (sebuah nilai uang yang cukup besar untuk mahasiswa seperti saya). Nah dengan uang sebanyak itu wajar kalau mereka lebih suka bekerja di jalanan 'selamanya'. Tapi apakah benar mereka ingin seperti itu selamanya. Nggak tahu sih.

Nah kembali lagi ke masalah bingung. Kalau kita memberi uang ke pengamen itu, maka kita turut memberikan andil ke penghasilan mereka, itu artinya kita tetap mendukung mereka untuk tetap di jalanan. Tetapi kalau tidak memberi, pertama kasihan, kedua kalau semua orang berpikiran sama dengan saya maka meraka tidak akan mendapatkan uang seperpun dalam sehari. Nah bingung kan.

Kalau saya sih beberapa kali memberi dengan alasan biasanya karena kasihan (apalagi kalau anak kecil). Kemudian kalau pengamennya benar-benar bagus. Coba bayangin, ada gitaris keren, galon-er yang udah kayak drummer, trus vokalisnya lumayan, biasanya ditambah ada yang main biola. (Berlebihan sih ;p).

Sebenarnya ada beberapa usulan solusi (menurut forum yang ada di dunia maya tadi). Salah satunya adalah, daripada uangnya diberikan langsung ke anak (bukan anak aja sih) jalanan, lebih baik lewat yayasan sosial atau sejenisnya. Yah bagus sih tapi kan ribet (hehe kalau ini pembenaran).

Tapi menurut saya sih, masalah ini kembali ke masing-masing dari kita. Silahkan saja mau memberi atau tidak yang penting ikhlas. Jadi kepikiran nih, sekarang kan mendekati Ramadhan dan Insya 4JJI di Ramadhan amal kita akan dilipatkan gandakan, bagaimana kalau kita mencoba berbagi kebahagiaan dengan saudara-saudara kita yang lain. Misalnya, apa ya? Oh ya, misalnya Pengumpulan Seribu Sarung trus ntar kita bagiin di panti asuhan. Gimana????.

Tuesday, September 13, 2005

poem 7 : sahabatku, aku ingin bertanya

sahabatku
aku ingin bertanya padamu
apa kabar kau disana

sahabatku
aku ingin bertanya
apakah luka yang aku gores sudah kering?
karena aku tahu, belum

sahabatku
oiya apakah kamu masih menganggap aku sahabatmu?

sahabatku
apakah kamu masih mengingat aku yang satu ini

sahabatku
aku tidak ingin bertemu kamu lagi
tapi bila kita dipertemukan lagi akupun tidak bisa menghindar

sahabatku
baik-baiklah disana

bandung, 13 September 2005

-for someone of my past-
19 hari menjelang ulang tahunnya

Ajug2 di perayaan 17 Agustus

Semalam, ya benar-benar semalam kami serumah keluar tepatnya ke pelataran gedung GSG RW yang letaknya sekitar 20 an meter dari rumah kami. Awalnya iseng-iseng ingin melihat bunyi 'ajug2' yang cukup memekakkan telinga itu. Karena pas di rumah ada kamera pinjaman (yang belum dikembalikan) makanya saya iseng-iseng membawanya serta.

Ternyata bunyi 'ajug2' itu berasal dari sebuah panggung yang ceritanya dibangun untuk menutup rangkaian acara 17 Agustus-an RW. Nah lho kok malah bikin panggung bukannya lebih enak bikin syukuran trus makan-makan atau bagi-bagi makanan ke warga (itu pendapat saya :p).

Ceritanya lagi, di panggung itu diisi oleh beberapa band yang hampir semuanya membawakan lagu rock alias keras. Mana suaranya keras sember gak jelas, sound systemnya nggak begitu bagus plus lagunya juga nggak kenal. Kenalpun lagunya, vokalisnya juga suara nggak ada yang bagus. Dengan tidak bermaksud menghina siapapun.

Nah ceritanya lagi, kamera yang dibawa itu sempat merekam beberapa kejadian yang nggak penting. Tapi yang paling bagus kira-kira saat nge-shoot anak kecil yang lagi makan jagung bakar. Trus berhenti ngambil gambarnya waktu anak kecil itu ndeketin ibunya. Tuh kan nggak ada rekaman yang penting.

Setelah merasakan mual karena nggak tahan dengan suara yang sangat keras itu ditambah baterai kamera juga hampir habis, kamipun pulang. Nggak tahu jelas berapa desibel kira-kira yang berhasil dikeluarkan oleh sound system panggung itu. Tapi sih kira-kira nyampe 120 dB lah. Kalo punya sound level meter mungkin bisa tahu hehe...

Sampai jam 12, bunyi 'ajug2'nya masih ada. Itupun yang membuat saya nggak bisa cepat tidur. Nah nggak tahu jam berapa tepatnya, karena kamar saya sudah gelap siap-siap tidur, akhirnya 'ajug2' itu berhenti juga. Saya bisa merasakan ketenangan malamnya yang sengaja diciptakanNya untuk manusia beristirahat.

Ngomong2 soal 17 Agustus-an, yang paling ingat itu pas jaman Kemerdekaan Emas tahun 1995. Waktu itu dapat hadiah (lupa hadiahnya apaan, kalo gak salah buku deh), karena tim bola saya dapat juara 2 tingkat RT. Lumayan waktu itu jadi defender tangguh. Nah perasaan beda banget deh sama yang saya alami semalam. Kalo di kampung saya sono, 17 an itu biasanya ya standar lomba-lomba lah sebangsa balap karung etc. Trus biasanya ibu2 buat makanan yang ntar dikumpulin di kepala RT trus bikin syukuran. Bisa juga gerak jalan atau kerja bakti bersih desa. Tapi yang jelas nggak ada (atau belum ada ya???) yang namanya 'ajug2' kayak semalam.

Ya kalau saya yang sudah beranjak tua ini hanya bisa memandang dari kejauhan saja. Berharap perayaan 17 Agustus benar-benar menjadi momen untuk mengenang saudara-saudara kita dahulu yang mempunyai andil dalam perjuangan kemerdekaan. Yang jelas enakan gak pake ajug2....

Friday, September 09, 2005

poem 6

aku ingin menyentuh lukamu
melembutkannya
tapi aku sendiri terluka

aku ingin melukis cahaya di redupmu
menyinarimu
tapi aku sendiri kelam

aku ingin menulis kata di lisanmu
bagilah bebanmu
tapi aku sendiri sunyi

aku ingin merangkai canda di biasmu
tersenyumlah
tapi aku sendiri muram

tak pernah aku seperti ini sebelumnya

aku tahu dirimu lebih tegar dari itu
kau hanya sedang rapuh
pun aku


bandung, awal hari 8 September 2005

Rangkaian hari yang menyebalkan

Beberapa hari ini mengalami hal-hal yang sangat 'menyebalkan'. Pertama, merasakan krisis keuangan yang lumayan parah karena salah mengatur keuangan, meskipun di hari-hari biasa kondisinya tidak jauh berbeda. Kedua, pernah seharian merasa bad mood, bete banget, tapi tidak bisa tahu apa penyebabnya. Ketiga, mengalami krisis pulsa HP yang mencetak rekor. Walaupun biasanya tidak pernah mempunyai pulsa yang banyak tetapi bila pulsa habis langsung diisi. Hal ini berhubungan dengan poin pertama. Keempat, suatu hari durasi tidur hampir memecahkan rekor tidur saya, meskipun masih jauh, 13 jam. Rekor tertinggi masih dipegang dengan 18 jam. Keempat, suatu malam saat berjalan tiba-tiba tersandung batu yang cukup besar dan jempol kaki luka. Rasanya seperti orang bodoh.

Setelah berdiam diri beberapa lama dan mendapatkan pencerahan. Ternyata Allah lagi-lagi menunjukkan kasih sayangNya agar saya tidak semakin jauh dariNya. Kemudian teringat beberapa hari ini. Ternyata amalan saya sangat turun, ibadah tidak lagi khusyu, banyak amanah yang terlalaikan dan mungkin terlalu banyak hati yang disakiti. Astaghfirullah.

Dibalik hari-hari yang 'menyebalkan' ini tersimpan banyak rahasia Allah yang tidak terungkap. Di antara yang banyak itu saya berhasil menangkap yang satu. Entah benar atau salah. Sayapun tidak tahu. Hanya Allah Yang Maha Tahu.

Semoga hari depan lebih baik.

Monday, September 05, 2005

poem 5 : jejak akhir [satu] duniaku

menapaki jejak akhir satu duniaku
menyelinap di antara berat beban

menapaki jejak akhir satu duniaku
pun masih menyusun potongan diri

senja yang menggantung makin menguning
masih gamang meskipun semakin terang

termakan oleh derasnya waktu
tertimbun oleh ego rasa

tetap berdiri di retakan hati
tetap berharap sebuah cinta

berlari mengejar angin
terdiam, berdiri, menunggu, menangis, teriak

menapaki jejak akhir satu duniaku
akankah bermalam dengan bintang?

bandung, 5 september 2005

Friday, September 02, 2005

Catatan Perjalanan [2]

Hari kamis kemarin lagi-lagi menginjakkan kaki di bumi Jakarta. Panas dan berdebu. Dengan membawa misi memasukkan proposal ke beberapa perusahaan. Teman-teman dan saya berangkat pagi dari Bandung dan sampai di Jakarta menjelang siang. Mengendarai Ford Escape milik Fahed yang tangguh menaklukkan medan tol Cipularang. Sampai di Jakarta disambut dengan macet. Setelah makan pagi atau siang (branch) kami menuju ke kawasan Thamrin & Sudirman. Wuih kawasan bisnis. Berhasil memasukkan proposal ke BCA setelah berputar-putar karena hanya berbekal peta ditambah dengan kemacetan yang menjemukan. Sebuah ide cemerlang muncul " Gimana kalo naik busway aja??? Lebih cepet". Setelah memarkir kendaraan di Al Azhar, kami berlima menuju ruang tunggu buat busway (lupa namanya). Btw ada yang pernah naik bussway?? Ternyata kami berlima belum pernah ada yang naik busway. Ya sudah, jadinya hari itu saya naik busway untuk pertama kali. Sok-sokan gak mau duduk padahal ada kursi kosong, trus nanya gedung metropolitan sama orang ternyata udah kelewatan, akhirnya balik lagi. Sampai di gedung metropolitan akhirnya berhasil memasukkan proposal ke Intel. Lalu berjalan ke gedung Standard Chartered untuk nyari Compaq. Ternyata kantornya sudah pindah. Akhirnya kami kembali ke Al Azhar, mengambil mobil lalu ke Indosat untuk memasukkan proposal. Done!! Karena sudah sore kami memutuskan pulang meskipun masih menyisakan satu perusahaan lagi.
Hal-hal yang unik dari gedung-gedung yang kami masuki adalah soal penomoran lantai. Saat masuk ke lift keunikan tersebut terlihat. Kebanyakan gedung tidak mempunyai nomor lantai 5 dan 13. Tidak tahu kenapa. Mungkin berkaitan dengan mitos. Tapi yang paling saya ingat adalah saat ada di gedung Indosat. Saat berada di lift, no lantai diselidiki. Ternyata semuanya ada termasuk no 5 dan 13. Setelah diperiksa lagi ternyata no 7 tidak ada. Aneh....
Hasil dari proposal tersebut belum ada sampai hari ini. Tapi yang jelas leher saya sakit gara-gara salah posisi tidur di dalam mobil sewaktu perjalan pulang. Ughh..