Sunday, March 05, 2006

Because we are not a “one size fits all” world

Pernahkah anda merasa berada di atas sebuah panggung. Dengan lampu yang sangat terang menyorot ke wajah anda hingga anda sendiri tidak mampu memandang apapun dengan jelas. Atau ketika di panggung ketika lampu mulai meredup, anda melihat puluhan atau bahkan ratusan pasang mata memandang anda. Mengamati setiap gerak yang anda buat bahkan ketika anda sekedar menarik napas. Atau ketika duduk di kursi pesakitan dengan sepasang polisi menginterogasi anda dan anda memandang ke depan ke arah sebuah cermin yang anda tahu bahwa ada orang lain di balik cermin itu sedang mengamati setiap ucapan anda.

Anda mungkin pernah merasa ketika semua mata memandang ke arah anda, memandang dengan mata yang berbicara "Anda bersalah". Atau anda merasa semua yang anda kerjakan dipandang salah oleh orang lain. Dan lebih parahnya lagi sering tidak tahu letak kesalahan tersebut sebenarnya ada dimana.

Anda melakukan sesuatu dan tiba-tiba beberapa orang di sekitar anda memandang salah di diri anda. Dan anda sendiri pun bingung "Ada apa sih sebenarnya". Dan anda benar-benar bingung dengan kondisi itu. Bayangkan ketika beberapa teman anda melakukan embargo bicara kepada anda. Dan anda tidak tahu letak masalahnya ada dimana karena orang di sekitar anda memilih tutup mulut. Dan anda harus rela untuk mengejar-ngejar informasi tentang masalah yang menyangkut diri anda. Dan ketika anda telah tahu duduk permasalahannya anda bisa berujar "Oooo " sembari merasakan kelegaan.

Saat ada orang lain yang 'bermasalah' dengan anda dan anda tidak tahu bahwa anda 'dipermasalahkan', bisa jadi karena faktor komunikasi yang terhambat. Mungkin anda terlalu cuek atau anda terlalu 'galak' hingga orang tidak berani mendekati anda. Saat itu anda harus melepas sebentar ego anda (jikalau cuek atau galak adalah ego anda) dan bertanya "Emang gue salah apa sih?" atau "Emang ada masalah ya?".

Nah saat anda berbicara "Emang ada masalah ya?" ada hal yang menarik. Kata salah seorang teman saya "Masalah itu adanya di kepala". Saat orang lain mengatakan sesuatu itu masalah, anda mungkin menyatakan itu tidak masalah. Teringat cerita Nasrudin Hoja dengan anaknya yang berjalan dengan keledai. Setiap hal yang dilakukan Nasrudin dan anaknya dengan keledainya itu selalu menghasilkan komentar dari orang yang melihatnya. Pertama, saat sang anak duduk di atas keledai, Nasrudin berjalan. Kedua, Nasrudin di atas keledai, sang anak berjalan. Ketiga, sang anak dan Nasrudin sama-sama menuntun keledainya. Keempat, sang anak dan Nasrudin sama-sama menaiki keledainya. Karena masih mendapat komentar orang, akhirnya keduanya menggotong keledainya. Alih-alih mendapat penyelesaian mereka malah mendapat komentar yang lebih keras. Dan akhirnya Nasrudin berkata, "Kita tidak akan dapat memuaskan setiap orang."

Nah setelah berputar-putar tidak karuan dengan tulisan di atas saya hanya bisa berkata "Ngomong dong kalo ada masalah. Gue bukan dukun". Atau anda harus sejenak melepas rompi-rompi ego anda, 'turun ke bumi', untuk akhirnya berkata " Ooo itu tho masalah. Nyuwun pangampunten." Atau anda harus lebih bersabar ketika anda telah berjungkirbalik melakukan sesuatu yang benar dengan benar pula dan masih ada pula yang berujar "Nggak gitu seharusnya, Jek. Punya lo itu salah." Because we are not a “one size fits all” world. Pfuihh...

--Because we are not a “one size fits all” world-- salah satu slogan yang mengiringiku mengerjakan Tugas Akhir. ^-^

1 comment:

Adit-bram said...

tulisan yang sangat realis...hehee..apaan tuh realis,,,