Saturday, March 25, 2006

Bunga untuk Bunda


17 Maret

"Di, makan dulu yuk. Gue dah laper ni."
"Mo makan dimana?"
"Dimana aja lah. Pokoknya yang kenyang. Kelaperan ni gue, ngikutin elo muter-muter seharian."
Skuter hitam nan lucu itu membelok pelan di persimpangan jalan dan berhenti di depan sebuah warung soto ayam.
"Mas, soto ayam 2, gak pake vetsin. Cepetan ya mas dah laper banget ni. Oiya sekalian es jeruk 1."
"Emang kamu laper banget ya, pake pesen 2 porsi. Saya juga mas, tapi satu mangkok aja, trus minumnya es teh manis aja."
Lalu lalang kendaraan di depan warung soto itu cukup padat seiring jam pulang kantor.
"Bukannya ulang tahun nyokap elo masih lusa? Kok dah grasak-grusuk nyari hadiahnya sekarang si?"
"Aku nggak mau aja kayak tahun kemarin. Dah niat buat ngasih kado buat bundaku, tapi nggak dapet gara2 baru nyari sehari sebelumnya."
"Emang bedanya ama yang sekarang apa? Elo bukannya ngedadak juga nyarinya?"
"Ya sih. Tapi paling nggak kan 2 hari sebelumnya, nggak kayak kemarin yang cuma punya waktu sehari, itupun nggak ketemu."
"Bukannya sekarang juga belum ketemu?"
"Ya sih. Tapi kan masih ada besok."
2 orang perempuan mungil berseragam SMA masuk ke warung dan mengambil duduk di sebelah dua pemuda ini.
"Untung ya Rin. Nenekku paling suka bunga yang ini. Soalnya sekarang lagi susah-susahnya nyari bunga yang kayak gini lho."
Adi yang di mulutnya masih penuh dengan nasi soto menoleh ke arah dua gadis itu. Melihat sebuah kantong plastik yang berisi bunga wamar berwarna putih. Seketika itu otaknya mengirim sinyal ke mulut untuk segera berkata.
"Mbwak, dwapet bwunganya dwari mnwana? Hargwanya brapwa? Mwaswih adwa gwak?"
Kedua perempuan itu tertegun.
"Mas ngomong apa sih?"
Dan seketika itu juga otak mengirimkan sinyal ke mulut, lidah dan kerongkongan untuk segera menelan makanan yang memenuhi mulut.
"Maksud aku, mbak beli taneman mawar itu dimana?"
"Yang ini mas?" perempuan itu menunjuk ke arah kantong berisi tanaman.
"Ya mawar putih itu."
"Ini belinya di tukang bunga dekat stadion sana," perempuan itu berkata sambil menunjuk ke arah luar warung.
"O yang deket SMA 1 itu?"
"Ya mas."
"Masih buka nggak sekarang?"
"Tadi sih masih. Coba aja kesana. Tadi sih bapaknya bilang buka sampe setengah lima."
Melirik sedikit jam tangannya, Adi segera bereaksi.
"Ri, cepetan makannya. Kita berburu lagi."
Adi dan Ari segera menuju skuter hitam nan lucu dan segera menggebernya ke arah Stadion Wilis.
Sampai di tukang bunga.
"Beneran nggak ada lagi ya pak?"
"Bener nak. Tadi yang ada bunganya terakhir dibeli sama anak SMA. Kalo mau tinggal yang cuma tanemannya doank."
"Yah, beneran nggak ada lagi ya pak".
Semburat cahaya kuning menerpa sisi bangunan stadion bola yang baru rampung dibangun itu.
"Dah yuk Ri. Pulang aja. Besok lagi aja."
Skuter hitam nan lucu itu segera dipacunya kembali menyusuri jalanan kota.

18 Maret

"Bi, Nah, Bunda ada di rumah?"
"Nggak ada mas. Lagi arisan. Mau titip pesen?"
"Nggak usah deh Bi. Jangan bilang-bilang kalau aku telpon ya."
"Lho kenapa mas?"
"Pokoknya nggak usah aja, Bi. Ntar aku kasih tahu deh pokoknya."
"Oke deh mas."
Adi memasukkan sebuah senter besar ke tas kecilnya lalu meluncur menuju skuternya. Beberapa detik kemudian ia telah menunggangi skuter hitamnya nan lucunya itu.
Tretetetetetretetetet......beberapa detik kemudian suara mesin skuter tersebut menghilang. Sengaja dimatikan beberapa meter sebelum depan rumahnya dan memanfaatkan gaya gravitasi akibat jalan menurun yang menghantarkan skuternya sampai tepat di depan rumah dengan hening. Diparkirnya skuter di bawah pohon jambu depan rumah.
"Bi, bunda belum pulang kan?"
"Belum mas. Jadinya mas mau ngapain? Tadi kan belum cerita."
"Sini deh, Bi, " perempuan yang sudah cukup sepuh itu mendekat dan Adi membisikkan sesuatu.
Beberapa saat kemudian. "Beres deh Mas. Pokoknya Bibi yang tanggung jawab kalau sewaktu-waktu Ibu pulang."
Adi segera mengeluarkan senter dari dalam tasnya dan menghambur ke halaman belakang. Sinar bulan purnama tak cukup menerangi gelapnya halaman belakang itu. Senter yang nyalanya redup nian karena baterai yang hampir habis itupun tak mampu berbuat banyak menolong penglihatannya. Alhasil ia harus membuka matanya lebar-lebar untuk memperjelas pandangannya.
Beberapa meter melangkah. "Mana ya??"
Beberapa meter berikutnya. "Dukkk. Aduh.." Kepala Adi terantuk pot gantung.
Sedangkan di dalam rumah. "Bi, daging yang tadi pagi sudah dimasukin ke kulkas kan?". Suara Bunda terdengar cukup keras meskipun dari dalam rumah.
Waduh, Bunda dah dateng, batin Adi.
Setelah berpuluh-puluh meter berkeliling di halaman belakang rumah dengan bantuan secuplik cahaya senter, akhirnya Adi menyerah.
"Kok nggak ada ya? Tadi ada tapi nggak ada." Adi menggaruk-garuk kepala dan bingung sendiri.
Adi benar-benar menyerah. Dengan jalan mengendap-ngendap ala maling, berputar lewat samping rumah akhirnya sampai ke tempat skuternya. Pfuihhh. Akhirnya berhasil menyelinap keluar dari halaman belakang tanpa ketahuan Bunda. Segera menuntun skuternya beberapa meter dan langsung tancap gas pulang ke kostan. Kost yang menampung kehidupan mandiri Adi. Adi yang memilih untuk nge-kost daripada tinggal dengan orang tuanya karena alasan ingin mandiri dan terutama jarak rumah-kampus yang sangat jauh.
"Waduh, gagal deh rencana 2." Adi mencoret kertas yang bertuliskan 'PLAN 2 --> aMbil aja pot bunga Bunda yang bunganya ada+mekar, tinggal diganti potnya dikasih ke Bunda-->beres [agak curang sih hehe;p].
Rencana apa lagi ya, batin Adi.
'Rencana 2 gagal,ada saran lain gak????", Adi mengirim SMS ke Ari.
Semenit hening, 5 menit belum dibalas, 15 menit Adi mulai jungkir balik gak jelas di tempat tidur. Menit ke 16 sebuah SMS masuk.
'Sori jek, baru bls.Mikirna susah tau.Lo dtg aj ke Ayu,dy kn punya byk bunga...'
Heeee, Adi terpana melihat solusi yang ditawarkan temannya itu. Berpuluh-puluh kata bercampur aduk di otaknya begitu melihat satu nama AYU. Hee cewek yang satu itu. Mantanku yang satu itu. Yang dulu belain nyusul kuliah disini biar sering ketemu. Ya sih punya banyak bunga en kalo gak salah juga punya mawar putih. Tapi gimana ya. Masa dah lama gak ketemu, dateng-dateng minta bunga. Kan gak enak@#$%^@@(&. Otak Adi setengah konslet.
'G punya usul laen ap', sebuah SMS meluncur.
'Gw g punya usul lg.Tu aj mikirna 1/2mati.Klo g brani bsok gw tmenin dh.Lgian bsok kn dh hrs ad bt nyokap lo'.
Adi dalam posisi berfikir. Mengingat, menimbang dan akhirnya memutuskan, besok ke rumah Ayu. Titik.
'G usah dtemenin.Bsok aq bs ksn sndiri.Thx'. Satu message meluncur.

19 Maret

Pagi yang cerah menemani Adi mengendarai skuter hitam nan lucu. Berhenti di depan pagar berwarna hijau, rumah Ayu. Sekali menarik napas panjang, berusaha meredakan ketegangan. Memasuki pekarangan yang penuh bunga, Adi sampai di depan pintu. Ting tong, bel pintu berbunyi. Seorang anak kecil membuka pintu.
"Pagi, Na...," Adi tersenyum ke anak kecil itu.
"Eh mas Adi."
"Mbak Ayu-nya ada?"
"Ada mas."
"Siapa Na yang datang?" seorang bapak muncul menuju ruang tamu. "Eh Adi."
"Ya, Om. Ayu-nya ada?"
"Ada tuh di belakang. Sebentar ya." Bapak dan anak itu masuk kembali ke dalam.
Adi duduk sendiri di ruang tamu itu. Masih seperti yang dulu. Harum wangi melati memenuhi ruang tamu ini. Sebuah boneka sapi lucu ada di sudut ruangan. Adi memandang ke langit-langit ruang itu.
Seorang perempuan telah ada di ruang tamu itu tanpa disadari Adi.
"Adi," perempuan itu memecah keheningan.
"Eh, Ayu." Tanpa bisa dikendalikan, Adi tiba-tiba menyerocos berkata.
"Sori, aku dateng. Aku cuma mau minta tolong. Aku nggak bakal ganggu kamu lagi setelah ini. Cuma sekali ini aja. Habis itu aku bakalan ngejauhin kamu lagi."
"Kamu ngomong apa sih?"
Untuk beberapa saat mereka berdua berbicara. Cukup lama.
"Sebenernya aku juga ngerasain itu," kata Ayu. "Sejak kita mutusin buat jadi sahabatan aja, aku ngerasa kita gak lagi sahabatan. Kita kayak lagi musuhan."
Adi terdiam dan mengangguk.
"Kamu tahu kan, " Ayu meneruskan," setahun terakhir kita cuma SMS 2 kali, itupun pas ulang tahunku sama ulang tahunmu. Itu namanya bukan sahabatan."
Hening sejenak.
"Okelah, dulu mungkin kita sempat marahan. Tapi itu kan dah lama banget. Kita dulu mutusin buat sahabatan kan, bukan musuhan. Jadi anggep aja kita baru ketemu trus kenalan trus jadi temen. That's all. Gimana?"
"Sepakat," kata Adi. Mereka berdua tersenyum.
Setelah berpanjang lebar, memperbaiki persahabatan mereka.....
"Jadi kamu mau ngehadiain mawar putih ke Bunda kamu?"
"Ya."
"Dan kamu kesini gara-gara di semua tempat gak ada?"
"Hehehe, iya sih.."
Mereka berdua keluar ke halaman depan.
"Aku pilihin mawar yang paling cantik buat bundamu." Beberapa saat kemudian, Ayu memegang pot berisi bunga mawar putih yang anggun merekah. "Pegang bentar ya," Ayu melangkah masuk rumah.
Ayu yang telah berganti pakaian menemui Adi yang masih memegang pot bunga. "Ayo pergi."
"Kemana?" Adi tertegun.
"Ya ke rumahmu."
"Ha..." Adi masih tertegun.
"Aku pingin ngasih selamat ke bundamu sekalian nganterin bunga yang cantik ini. Boleh kan?" Ayu tersenyum.
"Ya... boleh sih," Adi menggaruk-garuk kepala.
****
"Bunda ini bunga dari sahabatku......"

Bandung, 25 Maret 2006. Untuk Ibuku yang berulang tahun 19 Maret kemarin

3 comments:

Adit-bram said...

Maha Suci Allah yang telah menciptakan seorang sahabat buat saya.Maha Suci Allah Yang menganugerahkan otak yang dimilikinya tidak hanya berisi kejeniusan science belaka, tetapi juga jenius dalam hal membawa emosi manusia ke dunia yang ditulisnya...

nice story bro...

kita kelola yu, biar jadi buku...45:55 juga kaga ngape - ngape dah...

Bunga RK said...

Kisah menarik. Memang bunga dapat menyampaikan pesan lebih dari yang bisa dilakukan sejuta kata2.

florist BSD said...

Kisah yang sangat inspiratif, terima kasih telah berbagi.