Friday, October 06, 2006

Ramadhan hari III

Tumpukan buku ada di sudut ruangan. Mungkin buku tua. Panas, pengap. Ventilasi tidak membiarkan udara berlalu bebas. Semua tersangkut oleh debu yang memenuhi kawat kasa. Aku tidak mendengar suaranya ketika ia tiba-tiba meloncat ke arahku. Sesaat aku melihat kepalan tangannya. Tapi terlalu cepat untuk aku menghindar. Pukulannya mengenai pelipisku.
"Apa maksudmu?"
Ia meloncat lagi ke arahku. Kali ini kilatan cahaya dari sebuah gunting mengenai mataku. Matanya menyala tajam. Gunting mengarah ke leherku. Ia pasti tak hendak membunuhku. Dinginnya baja terasa di leherku. Ia hanya menempelkan gunting itu di leherku.
"Tak bisakah kita bicara dengan baik?"
Ia meloncat kembali ke belakang, meletakkan gunting itu dan kembali ke arahku. Ia mencekikku kali ini. Tapi aku pikir ia tak hendak membunuhku lagi.
"Apa maumu?"
"Aku sedang puasa!"
Ia memukulku sebelum ia berbelok dan lari keluar. Aku terlalu lemah untuk melawan. Ruangan masih panas. Orang-orang hanya menonton aku dihajar oleh orang tolol itu. Ingin rasanya aku mengacungkan jari tengah. Sialan. Tapi aku sedang puasa.
"Jadi bagaimana Pak? Kita harus bagaimana sekarang? Ada cermin Pak? Rasanya pelipisku berdarah. Ada tissu?"
Aku pusing. Tak tahu harus berbuat apa. Orang-orang yang menontonku dihajar tadi terus bicara. Aku tak tahu mereka bicara apa.
"Baik pak. Kalau begitu saya permisi dulu. Terima kasih."
Aku terhuyung di jalan sebelum masuk ke angkot. Ternyata dunia juga diwarnai dengan seorang laki-laki kecil, jelek, jabrik, yang hanya bisa berbicara dengan pukulan, bersenandung dengan kebohongan, yang melihat kekerasan sebagai solusi terbaik dari masalah. Siapa lagi kalau bukan laki-laki yang menghajarku tadi. Tapi ternyata dunia tak seburuk itu. Apa perlu aku ceritakan kalau di angkot itu ada seorang perempuan berlesung pipi berpakaian merah muda, tersenyum padaku, ketika aku memijit-mijit pelipisku yang terlihat memerah di kaca spion supir angkot. Masih indah bukan.

****

"Hayo ayah...Perempuan itu siapa?"
"Lagipula kenapa ayah ada di tempat itu? Kok tidak melawan?"
"Tanya ibumu saja. Pasti ia tahu siapa perempuan itu."
"Ah ayah."
"Ayo sekarang kalian pergi tidur. Besok pagi harus bangun sahur."
"Besok cerita lagi ya Yah."
"Pasti."

No comments: