Sunday, December 24, 2006

Musikalisasi Puisi

Udara Bandung yang dingin ditambah hujan gerimis yang mengguyur tubuh, ditambah dengan suasana otak tertekan akibat banyaknya yang harus dikerjakan ditambah di rumah sepi seorang diri serta paduan mie instan plus secangkir kopi pekat, menghasilkan reaksi yang aneh. Otak saya konslet. Lagi-lagi mengerjakan sesuatu yang aneh. Anehnya lagi, hal itu terjadi ketika saya sedang gemar-gemarnya mengerjakan TA ;p. Ketika kerumunan angka di layar komputer membuat kepala saya pening, saya mencoba untuk beristirahat dan mengambil gitar kesayangan saya. Dan alhasil, malam itu saya melakukan Musikalisasi Puisi. Hahahaha.

Ambil gitar, duduk di lantai di atas karpet, genjrang-genjreng, coretan-coretan TA di sebelah kiriku dan kumpulan puisinya Sapardi Djoko Damono di sebelah kananku. Ternyata yang sebelah kanan lebih menarik perhatian. Sedikit kilas balik sebentar. Saya sempat bertemu dengan seseorang yang mempunyai grup musikalisasi puisi dan rencananya pada tahun baru nanti akan mengisi di sebuah acara sunatan masal. Mungkin karena berinteraksi dengan beliau inilah saya jadi pingin mencoba apa itu musikalisasi puisi. Dan malam itulah saya mengadakan pertunjukan musikalisasi puisi sendiri di kamar kontrakan sendiri tanpa penonton:D. Dan karena kebetulan ada 2 puisi yang paling saya suka dari Sapardi Djoko Damono : Aku Ingin dan Hujan Bulan Juni, maka kedua puisi itulah yang saya jadikan bahan musikalisasi puisi. Dan hasilnya sangat tidak mengecewakan. Tiap bait kata yang ada di puisi masuk ke dalam nada yang saya nyanyikan (meski tentu saja sedikit fals) dengan sangat indah:). Akhir pertunjukan, saya berteriak-teriak histeris sendiri dan tanpa tepuk tangan tentunya. Pfuih, lumayan untuk ukuran pemula, hehehe.

Begitu mulai bosan di dalam kamar kontrakan, saya pindah ke ruang tengah, yang waktu itu belum menjadi garasi motor karena penghuni lain yang membawa motor belum pulang. Duduk di atas meja, genjrang genjreng lagi. Mencoba memainkan kord-kord gitar yang saya kenal. Tiba pada suatu genjrengan : "Lha, ini kan lagu yang saya ciptain dulu pas SMA, huahaha.". Jadi ceritanya, dulu pas SMA saya tinggal di asrama. Tinggal sekamar dengan seorang teman, laki-laki tentunya. Pada suatu hari, teman saya mendapatkan sebuah surat dari temannya. Dan temannya teman saya itu menyertakan sebuah puisi di suratnya. Dan puisi itu dibacakan oleh teman saya di dalam kamar. Komentar saya (dalam hati) : Puisi terbaik yang pernah saya dengar. Maklum waktu itu masih belum kenal pak Goenawan Mohamad, om Taufik Ismail ataupun eyang Sapardi Djoko Damono. Jadilah puisi itu menjadi kajian sastra bagi kami sekamar yang masih cupu itu. Baca sana, baca sini itu puisi, akhirnya terbit sebuah ide : Bagaimana kalau dibuat lagu. Sepertinya bagus. Akhirnya bermodal sebuah gitar, puisi itu kami gubah menjadi sebuah lagu. Hasilnya: Lumayan. Lagu itu bertahan selama berminggu-minggu sebagai pemuncak lagu favorit di kamar asrama saya dan terus dinyanyikan terutama di kamar mandi. Tapi sayang, sekarang saya tak ingat sedikitpun puisinya, hanya sedikit iramanya saja. Kalau tidak salah puisi itu berisi tentang cinta dan perjuangan (alah!). Dan ketika malam saya melakukan pertunjukan musikalisasi puisi di kamar kontrakan sendiri itulah, saya tersadar bahwa saya pernah melakukan sebuah musikalisasi puisi sebelumnya. Huehehe. Bravo, bravo. Hebatnya ;p.

Ternyata saat otak sedang ruwet sekalipun, masih ada jalan untuk bersenang-senang sendiri. Murah meriah, apalagi kalau sedang sendiri sedangkan di luar malam telah larut dan hujan tak jua reda. Cobalah melakukan hal-hal aneh yang menyenangkan. Siapa tahu bisa menghubungkan pikiran kita ke kenangan-kenangan indah masa lalu. Please try this at home:).

4 comments:

Trian Hendro A. said...

coba kalo ada saya? hihihi..
anyway, jadi ingat Tentang Seseorang

*selamat, TA mau kelar..gut!

Anonymous said...

Kalau aku pernah yang sebaliknya, An. Aku pernah Puitisasi Musik. Itu terjadi karena hapal liriknya tapi lupa nadanya hehehe...

Anonymous said...

Numpang promo ah, kali lagi di jakarta. :)

Launching album musiikalisasi puisi Sapardi yang ke empat : "Becoming Dew"

Jumat, 26 Januari 2007, jam 8 di Warung Apresiasi (Gelanggang Remajar Bulungan)

Info lengkap ada di: http://arireda.blogspot.com

Front Budaya Godong Kelor said...

Puisi dijadikan sebuah lagu....

Rasanya masih terlalu sempit untuk dikatakan sebagai musikalisasi puisi.

Sebagai pencinta sastra (karena puisi adalah bagian dari sastra) kita pastinya tau bahwa sastra itu luas. Puisi dapat dikatakan hampir tidak mempunyai bentuk yang tetap, keberadaannya fleksibel sesuai dengan orang yang mengapresiasikannya. Dalam sastra juga hampir tidak punya aturan atau sistem yang baku. Tidak seperti musik yang mempunyai aturan tetap, dapat di gambarkan dengan simbol-simbol (notasi) mempunyai keteraturan nada yang jelas, dinamika, tempo dan sebagainya.

Apabila sebuah puisi diapresiasikan kedalam sebuah musik, kita pastinya harus tau persis apa sebenarnya musik itu sendiri. Apabila kita memasukkan puisi kedalam unsur-unsur musik yang telah terikat dengan aturan-aturan baku (sebut saja ilmu musik-seni musik) tentunya keberadaan puisi tersebut akan terasa lebih sempit. Berbeda kalau kita memasukkan puisi tersebut ke dalam unsur musik yang universal dan luas, mungkin keberadaan puisi tersebut akan lebih sedikit luas juga di mata musik.

Bukan menyalahkan atau menggurui, saya hanya seorang yang bingung dengan namanya "musikalisasi puisi". Saya sendiri sebagai pemusik bingung kenapa puisi yang begitu luasnya dibuat sedimikian sempitnya oleh musik -diapresiasikan ke dalam musikalisasi puisi-.

Mungkin dilain waktu dan tempat kita bisa lebih banyak berbicara dan saling berfikir tentang musikalisasi musik.

Salam hangat

raisha_fbgki@yahoo.co.id