Saturday, February 18, 2006

A part of my first novel

Kalau kata Stephen King, inilah saatnya membuka pintu dan membiarkan ceritamu dibaca oleh orang lain. Meskipun syarat yang harus dipenuhi belum terpenuhi. Karena seharusnya semua bagian novel selesai dan baru mempersilahkan orang lain membaca. Tapi tak apalah karena aku pikir tidak ada yang salah dengan hal ini. Inilah sebuah cuplikan dari novel pertamaku (yang tak kunjung rampung).... From my friends' story.

Daun-daun berguguran di halaman didampingi dengan hembusan angin dingin. Ali memandangi guguran daun itu dari jendela kamarnya di lantai dua. Merindukan suasana tanah air. Hari masih gelap. Lampu jalan masih benderang menerangi tiap jalan yang ada di bawahnya termasuk halaman itu. Ali bangkit dari tempat duduknya, membereskan tempat tidur dan beberapa pakaian yang tergeletak di sofa kamarnya, sambil menunggu roti panggangnya matang. Ia harus sahur. Hari ini Ramadhan hari ke lima dan ini adalah Ramadhan pertama ia di luar tanah airnya. Ia harus meyiapkan makanan sahur karena semalam lupa membeli. Dipandanginya jam dinding. Setengah lima. Shubuh masih lama sekitar satu setengah jam lagi. Masih banyak waktu untuk sahur. Berbeda saat ia masih kuliah di Bandung dulu.
Ali keluar kamar, menuju kamar sebelahnya. Teman kuliahnya yang berasal dari Bangladesh dan juga seorang Muslim. Ridwan namanya.
"Hey, kid. Wake up!!" Ali mengetuk pintu kamar temannya itu dan meninggalkannya setelah terdengar suara orang terbangun dari dalam kamar.
Ia berjalan kembali ke kamarnya dan menghidupkan komputer untuk mengakses internet. Roti bakarnya telah matang. Dioleskannya coklat dan keju. Sahur kali ini dengan roti dan segelas susu.
Sebuah pesan dari instant messenger masuk. Ali mendekat ke arah komputernya.
A.Putra : assalamu'alaykum
A.Putra : BUZZ!!!
Senyum terkembang dari bibirnya. Setelah beberapa minggu kehilangan kontak dengan teman-temannya di Indonesia, akhirnya pagi ini muncul juga.
Ali.Ahmad : wa'alaykumsalam
Ali.Ahmad : kemana aja pak???
Ali.Ahmad : kok lama nggak OL?
A.Putra : biasa ada kerjaan
A.Putra : gimana Ramadhan disitu?
Ali.Ahmad : hampir nggak kerasa
A.Putra : nggak kerasa gmn?
Ali.Ahmad : ya gak kayak di Indonesia. disini suasana puasanya gak kerasa aja. apalagi jauh bgt dari orang tua hiks....
A.Putra : o gitu ya. masih mending disini donk
Ali.Ahmad : ya jelas lah. jauh. Aku aja dah lima hari ini tarawih sendiri di rumah
A.Putra : ooo. and how bout ur study there. lancar aja kan?
Ali.Ahmad : Alhamdulillah lumayan lancar. meski lumayan berat juga. gak beda waktu dulu kuliah di ITB
A.Putra : syukur deh nggak beda jauh hehehe
A.Putra : disana lagi musim ap?
Ali.Ahmad : musim duren. hehehe gak ding. disini lagi musim gugur. lumayan dingin meski blum ada salju
A.Putra : pohon jati meranggas donk
Ali.Ahmad : hehehe. emangnya plajaran IPA. enaknya krn dingin jadi nggak cepet haus. udah gitu puasanya juga lebih cepet dari j6 padi ampe j6 sore
A.Putra sign out. Instant mesenger terputus. Ali sedikit kecewa. Beberapa detik kemudian Putra masuk lagi
A.Putra : sorry, jaringan ITB lagi sering mati
Ali.Ahmad : lha emang km lagi dmn?
A.Putra : biasa numpang ngenet di labnya Ahsan
Ali.Ahmad : lha Ahsannya kemana?
A.Putra : lg keluar sbentar cari makanan kecil
Ali.Ahmad : ooo
Ali.Ahmad : eh udahan dulu ya. mo sholat shubuh nih
A.Putra : ya kok udahan
Ali.Ahmad : ntar malem eh kalo disono siang kali ya disambung lagi
A.Putra : ya deh
Ali.Ahmad : salam buat Ahsan yeee. Wassalamu'alaykum
A.Putra : Wa'alaykum salam
Ali lalu mengecek emailnya, berharap aplikasi beasiswa yang ia isi kemarin diterima. Rupanya masih belum ada kabar. Mungkin masih diproses, pikirnya.
Ia mengambil handuk dari gantungan menuju kamar. Meskipun dingin, ia harus mandi. Sudah dua hari terakhir ini ia belum mandi.

***

"You look tired," Ali berjalan, membuka pintu dengan Ridwan berada di belakangnya.
"You look so pale, do you get a fever?"
"No, I'm fine. I studied little bit hard last night. I have an exam today."
"I hope you'll get better soon."
"Thanks."
Ali merapatkan jaketnya dan menyeberangi jalan yang masih sepi ini. Ia menunggu bus yang menuju ke arah kampusnya, Montgomery College. Sebuah bus datang dan berhenti di depan dia dan Ridwan. Pintu terbuka dan mereka masuk ke dalam.
Bus ini masih sepi. Banyak tempat duduk yang masih kosong. Ia duduk sebangku dengan Ridwan. Dan bus kembali melaju.
Jalan-jalan kota mulai ramai. Orang-orang yang pergi bekerja mulai keluar rumah menuju ke tempat kerjanya. Bus berhenti di salah satu perhentian. Seorang gadis berjilbab masuk ke dalam bus diikuti beberapa orang yang sepertinya mahasiswa juga. Gadis itu bernama Sabira. Ia berasal dari Iran. Ali kenal dengan perempuan itu di kampus saat awal kuliah.
Ali mengeluarkan mushaf Qur'annya. Mulai membacanya, mengisi waktu sampai bus ini sampai di depan kampusnya.

***

Bus sampai di depan kampus. Tulisan Montgomery College menyapa setiap mahasiswa yang baru datang. Pelataran kampus yang cukup luas ini dipenuhi dengan mahasiswa yang sedang bercengkerama sekedar menunggu waktu kuliah mereka mulai. Berbeda dengan di Indonesia. Mahasiswa di sini berasal dari berbagai negara hingga terjadi pembauran etnik yang sangat unik. Ali dan Ridwan menaiki tangga menuju halaman kampus.
"See you at home."
"See you."
Mereka berpisah. Mereka kuliah di kelas yang berbeda pagi ini. Ali masuk ke gedung, melewati lorong-lorong yang dipenuhi dengan mahasiswa.
"Ali," sebuah suara memanggilnya.
Suara itu adalah suara Sabira. Ia mendekat ke arah Ali.
"Don't forget . This evening we have fast-a-thon. You'll be there, don't you?"
"Yes, I'll be there. But I can help you preparing this event. I have to go to work this evening and I'll be late."
"Oh, it's no problem. See you this evening. Be there." Sabira tersenyum dan berjalan menaiki tangga. Ali kembali melanjutkan langkahnya. Ia harus masuk ke kelas. Hari ini hanya ada satu mata kuliah. World Music.
Seorang profesor masuk ke dalam kelas. Profesor Avery, dosen pengajar World Music. Profesor itu memulai kuliahnya. Menjelaskan berbagai musik etnik yang ada di berbagai negara. Ali tertarik ketika Prof Avery sampai pada bagian musik gamelan yang sangat khas dari Indonesia.
"Ok class. See you next week."
Profesor yang cukup gaul itu menutup kuliahnya.
"Don't forget about your class project. You have to present it next week."
Sebuah tugas kuliah lagi.
Ali berjalan keluar kelas sambil memikirkan tugas kuliahnya tadi. Sebuah tugas yang mewajibkan peserta kuliah untuk menyiapkan presentasi tentang musik suatu kultur yang lebih ditekankan pada musik di suatu negara tertentu. Memikirkan alternatif musik gamelan tapi langsung mentah. Ia harus memikirkan suatu jenis musik yang lebih global dibandingkan musik dari suatu etnik tertentu. Masih bergulat mencari ide, Ali pergi ke tempat kerjanya.

****

Ali sampai di tempat kerjanya. Sebuah toko furnitur yang cukup berkelas di Amerika. Ia bekerja sebagai customer service dan hari ini ia mendapat shift siang sampai sore.
"Hi, Patrick. How was today?" Ali menyapa temannya di ruang ganti yang telah menyelesaikan shift kerjanya.
"It was very busy. A lot of customer complain. Like usual."
"Oh."
Ali menuju ke meja customer service dan menyiapkan kesabarannya untuk menghadapi keluhan para pelanggan. Baru beberapa menit ia berdiri di balik meja, beberapa pelanggan sudah mendatanginya.
"I want to return this furniture."
"You have sent a wrong one."
Dan beberapa komplain yang lain. Bahkan ada beberapa konsumen yang marah. Dan karena itu telah menjadi tanggungjawabnya, ia tetap melayani pelanggan dengan senyum dan sabar. Terlebih sekarang ia sedang puasa.
Ia bekerja di toko ini sejak 3 minggu yang lalu. Dibandingkan dengan pekerjaannya dulu di sebuah fast food franchise dan di sebuah agen perjalanan, memang pekerjaannya yang sekarang mempunyai gaji yang lebih besar. Tetapi dengan beban mental yang jauh lebih besar tentunya. Ia bertekad untuk tidak lagi merepotkan orang tuanya dengan mencari kerja dan tentu saja beasiswa untuk biaya hidup dan kuliahnya di Amerika ini.
"YOU DON'T LISTEN TO ME, DO YOU ?" seorang pelanggan marah besar dan Ali tetap melayani dengan sabar.
Shift kerjanya selesai. Ia bergegas berganti pakaian. Dilihatnya jam tangan yang melingkar di pergelangannya. Setengah jam lagi buka puasa. Ia segera menuju tempat acara fast-a-thon.

***

"Sorry, I'm late," Ali bergabung dengan teman-temannya.
Sabira dan Ridwan sudah ada disana. Dalam acara fast-a-thon tidak hanya orang Muslim yang datang ke acara ini tetapi juga non muslim. Dalam fast-a-thon ini mereka yang Muslim mengajak orang-orang non-Muslim untuk berpuasa sehari dan kemudian berbuka puasa bersama. Banyak non-Muslim yang cukup antusias dengan acara ini. Sebuah acara yang ingin menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang simpatik.
Berbagai hidangan telah tersaji di sebuah meja panjang. Dari makanan ala Timur Tengah seperti kurma sampai makanan khas Amerika macam roti dan sebagainya. Di sekitar meja panjang yang melintang di tengah taman ini, puluhan orang tengah bercakap-cakap dan sebagian yang lain masih menyiapkan hidangan untuk berbuka.
Maghrib telah datang.
"Allahu Akbar Allahu Akbar"
Seorang pemuda dari Turki melantunkan adzan. Dan mereka pun berbuka bersama.

***

Malam cukup larut, Ali belum memejamkan matanya. Ia memikirkan tugas yang diberikan Prof Avery. Berbaring di tempat tidur dan menatap dalam langit-langit kamarnya. Apa ya. Ia terus memilah-milah ingatannya, mencoba mencari jenis musik yang dikenal luas di Indonesia. Apa ya. Tiba-tiba terlintas di pikirannya ingatan tentang kampanye parpol di Indonesia artinya itu musik DANGDUT dan satu lagi jenis musik yang sering diputar berulang-ulang oleh Abinya yaitu KERONCONG.
Dia melompat dari tempat tidurnya dan langsung menghidupkan komputernya. Mencari semua info tentang lagu dangdut dan keroncong di dunia maya. Info-info itu ia butuhkan untuk menyusun paper tugasnya. Cukup banyak mendapat info tentang dangdut dan keroncong, ia segera menyusun laporan tugasnya. Cukup untuk hari ini dan diapun tidur.
Beberapa hari berikutnya Ali mencari file musik di internet sambil terus mencari bahan untuk menyempurnakan laporan tugasnya. Ternyata sangat susah mencari lagu dangdut yang full version yang bisa di-download, giliran ada yang full version tapi tidak bisa di-download. Apalagi lagu keroncong. Sama sekali tidak ada bahkan lewat search engine tercanggih sekalipun.
Mendekati deadline pengumpulan tugas, Ali memanfaatkan senjata pamungkasnya. Mengirimkan email ke semua teman di Indonesia, meminta bantuan untuk mencari musik keroncong dan dangdut. Dan alhasil, hari berikutnya saat membuka email

From : a.putra@blablabla.com
To : ali.ahmad@blablablajuga.com
Subject : kiriman lagu

Ass. Ini ada dua lagu. Katanya terserah kan, pokoknya lagu dangdut dan keroncong.

Attachment
lagu1.mp3
lagu2.mp3

Dua lagu berhasil di-download. "Alhamdulillah," Ali bersyukur. Dua lagu itu langsung di-burn di sebuah CD. Ali mencoba file tersebut di komputer dan berhasil bersuara. Karena teringat di kelas pasti tidak ada komputer, maka ia mencoba CD tersebut di sebuah radio compo. Tidak berhasil mengeluarkan bunyi sedikitpun. Kepanikan mulai melanda.
Hari ini, Senin. Ali kuliah World Music. Bukan hari ini ia harus presentasi tapi hari Rabu, dua hari lagi. Ali menemukan kesempatan bahwa ia bisa mencoba CD-nya setelah kelas selesai. Saat kelas selesai Ali mencari CD-nya di dalam tas ransel. Ternyata tertinggal.
Esok harinya, Selasa, Ali masuk kuliah pagi. Dia berniat untuk mencoba CD-nya di kelas musik. Ternyata kelas musik belum buka sampai jam 2 siang. Beruntung ia bisa masuk ke ruang kelas ini setelah selesai satu kelas. Sampai di dekat pemutar CD, Ali berusaha meyakinkan petugasnya.
"It will take just for one minute, please," Ali memasang muka memelas.
"No, you can't."
Akhirnya dengan berat hati ia melangkah keluar dari kelas itu. Ia hanya bisa pasrah. Ia pikir yang penting besok ia akan tetap presentasi dengan atau tanpa lagu yang ada di CD itu.

***

"So, Selamat pagi! That's the Indonesian for Good Morning.." Ali memulai presentasi dengan mengendalikan sedikit rasa gugupnya. "I have 5 minutes for presentation, so I'll start my music project presentation right now."
Dimulai dengan info-info tentang musik dangdut dan keroncong. Tentang masuknya Portugis ke Indonesia sekitar tahun 1511 dan perkembangam musik keroncong.
Ali berjalan mondar-mandir selama presentasi. Kelas mulai antusias dengan beberapa peserta kuliah yang tersenyum bahkan tertawa termasuk Prof Avery yang tertawa lebar. Ali memutar lagu Bengawan Solo dan hal yang membuat ia presentasi dengan sedikit tenang adalah karena pemutar CD di kelas itu lengkap, mampu memainkan CD, MP3, VcD dan DVD. Selesai memutar lagu Bengawan Solo dilanjutkan dengan sedikit penjelasan.
Di tengah presentasi, beberapa komentar dan pertanyaan spontan dilontarkan oleh mahasiswa maupun dosen. Dan Ali dapat menjawab komentar dan pertanyaan mereka dengan memuaskan, diukur dari senyuman yang terkembang setelah mereka mendapatkan jawaban dari Ali.
Presentasi tampaknya akan segera berakhir. Tapi tunggu dulu, Ali masih menyimpan dangdut. Sedikit memberikan info tentang lagu dangdut lalu memutar lagu Kopi Dangdut yang bagian intronya saja sudah bisa membuat orang yang mendengarnya bergoyang. Posisi kedua tangan sedikit ditekuk, siku dinaikkan hampir setinggi bahu, kemudian maju- mundur persis simpatisan parpol waktu kampanye. Seluruh kelas riuh rendah akibat aksi unik Ali ini bahkan sebagian juga mengikuti Ali, berjoget.
"Alright..let's give a big hand to Ian...!" Prof Avery setengah berteriak.
Plok...plok...plok... suara tepuk tangan dari seluruh kelas.
Give me five minutes and I'll rock the class, with dangdut certainly. Ali tersenyum puas.

Sunday, February 12, 2006

Kahuripan yang kucintai

Meskipun kejadian ini sudah cukup lama, tapi tetap saja terasa unik jika dipikirkan lagi. Tepatnya saat menjelang Hari Raya Kurban kemarin.

Saat itu sengaja pulang kampung dengan kereta api ekonomi karena selain pulangnya juga mendadak alias tidak terencana juga karena murah meriah. Tidak ada pilihan lain selain kereta api Kahuripan. Satu-satunya kereta api yang berangkat dari Bandung dengan tujuan ke timur yang berangkat pada malam hari. Bayangan saya ketika itu tidak terlalu ramai, seperti pada waktu sebelum-sebelumnya naik kereta api ini.

Sampai di stasiun Kiara Condong untuk antri tiket, ada informasi bahwa tempat duduk habis. Ah paling seperti biasa, berdiri sebentar nanti kalau sudah sampai sekitar Kebumen pasti dapat tempat duduk, pikirku. Saat masuk ruang tunggu penumpang, mulai curiga. Lebih ramai dari hari-hari biasanya. Mungkin memang lagi liburan.

Saat kereta yang ditunggu sampai di stasiun, penumpang mulai naik ke kereta. Tapi saat penumpang dari stasiun Kiara Condong pun belum naik, kereta ini sudah penuh dengan penumpang. Jadi saat meninggalkan Kiara Condong, kereta Kahuripan ini cukup penuh dengan penumpang. Belum lagi saat berhenti di hampir semua stasiun kecil dan pasti ada penumpang yang naik. Alhasil, setiap jengkal kereta ini penuh dengan penumpang. Jangan dibayangkan hanya penuh di kursi penumpangnya saja, tetapi benar-benar dipenuhi oleh penumpang pada lorong di antara tempat duduk bahkan sambungan kereta. Kecuali kamar kecil mungkin. Tapi ada satu pengecualian, di kamar mandi dekat tempat saya 'bermukim' waktu itu, ada satu penumpang yang nekat duduk di dalam kamar mandi selain karena tidak ada tempat yang tersisa juga karena tidak membawa tiket. Mungkin lebih karena alasan yang kedua.

Tentang kondisi penuhnya kereta api saat itu, saya tidak melebih-lebihkan. Saat itu saking penuhnya, pedagang yang biasanya bergerak dari satu gerbong ke gerbong lain harus bersusah payah untuk berjalan membawa dagangannya. Beberapa pedagang bahkan harus rela melepas alas kakinya bukan karena kereta api ini berkarpet, tetapi karena tidak mau mengotori orang-orang yang ia lewati saat berjalan. Karena saat berjalan paling tidak ia harus melewati kaki atau bahu orang-orang yang bergeletakan duduk di tengah jalan. Bayangkan saja kondisi itu dan sekali lagi saya tidak melebih-lebihkan.

Lalu saat itu saya ada dimana? Seperti yang saya katakan tadi saat berada di dekat kamar kecil tepatnya di dekat sambungan gerbong. Untungnya tidak sampai tercium aroma-aroma yang kurang sedap. Untungnya.

Saat berbicara tentang kereta ini dengan teman yang cukup sering menggunakan jasa transportasi jenis ini, sebenarnya nama yang disematkan pada kereta ini sangat bagus. Kahuripan yang berasal dari bahasa Jawa yang berarti Kehidupan. Apabila anda ingin merasakan kerasnya kehidupan boleh kiranya sekali-kali anda mencoba kereta ini. Mungkin begitulah guyonan yang sering dilontarkan oleh saya mengenai kereta ini.

terima kasih

terima kasih atas tiap kata yang mengalir, menyadarkanku
terima kasih atas tiap ucap yang terdengar, membangunkanku
terima kasih atas tiap gores yang tercipta, mencerahkanku

sebuah kata terima kasih mungkin tak berarti apa-apa
tapi itulah yang bisa aku berikan
paling tidak sekarang