Monday, September 25, 2006

Selamat Berpuasa

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya. Saya mohon maaf atas semua kekhilafan. Semoga kita semua menjadi pribadi yang lebih baik. Selamat berpuasa.

Friday, September 15, 2006

Photo of the day



Hajar terus Pak!!! Sikat aja!!! Jangan dikasih ampun!!! Huehehe.

Selamat buat saudaraku Mas Trian yang sudah lulus mendahului saya ;).

Wednesday, September 13, 2006

Besi











Beberapa, mempunyai bakat yang begitu besar hingga tidak perlu bersusah payah untuk menemukannya. Beberapa, harus disiplin dan kerja keras untuk memunculkannya. Yang manakah anda?

Cerita perjalanan

Saya tidak tahu apakah hal ini baik atau buruk.

Ceritanya, beberapa hari yang lalu saya bepergian ke daerah Jakarta Utara sendirian. Menyusuri bagian utara Jakarta Utara yang menyemburkan bau anyir atau amis (saya juga tidak tahu itu jenis bau apa). Angkot-angkot yang saya tumpangi tak jauh beda dengan angkot-angkot yang biasa saya kendarai di Bandung. Tapi ada beberapa hal aneh ketika saya 'berjalan' di daerah utara Jakarta Utara ini.

Pertama. Orang Jakarta biasanya sangat individualis. Itu stereotip. Entah karena ketatnya persaingan atau memang keturunan. Hal itu bisa dilihat dari sopir-sopir bajaj yang saling tidak mau mengalah sambil menaruh kaki kirinya di 'dashboard' bajaj dengan santainya. Atau teriakan-teriakan kernet yang memekakkan telinga memaksa orang memasuki busnya. Atau bunyi-bunyi klakson dari kendaraan yang terus saja meraung padahal semua orang yang tumpah ruah disitu tahu kalau sedang macet. Tapi di hari saya melakukan perjalanan itu ada hal yang membuat saya sedikit termenung. Ketika saya menanyakan apa yang harus saya kendarai dari daerah Kelapa Gading ke daerah Pluit, orang-orang yang saya tanyai menjawab saya dengan sangat sangat ramah. Begitu juga ketika di bus kota. Kernet akan melambatkan waktu berhenti-jalan bus ketika ada orang yang sudah sepuh hendak naik atau turun. Orang-orang akan rela menyerahkan tempat duduknya ke orang yang sudah sepuh agar orang yang sudah sepuh tersebut lebih nyaman mengendarai kendaraan yang sebenarnya tak lagi layak pakai ini. Jadi tidak hanya seperti yang kita lihat di salah satu iklan rokok yang berjargon 'Buktikan merahmu' saja. Sampai tahap ini, sisi individualis dari orang-orang Jakarta tidak terlihat. Mungkin saya memang sedang tidak bisa melihatnya.

Kedua. Masih berkaitan dengan paragraf di atas. Kenapa banyak orang-orang sepuh yang bepergian sendiri di kota seramai ini. Apakah memang mereka tidak mempunyai keluarga yang paling tidak bisa mengantarkan mereka bepergian memakai kendaraan umum yang jarang nyaman ini. Saya melihatnya sebagai salah satu hal yang tidak biasa. Kenapa tidak biasa, karena dari 2 kota yang saya tinggali (Madiun dan Bandung) kejadian orang sepuh 'berjalan-jalan' sendiri sangat jarang terjadi. Untuk negara dengan tingkat aksesibilitas bagi orang cacat dan lanjut usia sangat rendah seperti Indonesia ini, kejadian tersebut sangat memprihatinkan (minimal buat saya). Jika di negara Eropa sarana publik sangat memperhatikan faktor aksesibilitas untuk orang cacat dan lanjut usia, maka sangat wajar jika orang-orang cacat dan lanjut usia bepergian sendirian. Di samping karena orang-orangnya juga individualistis. Tapi di negara kita, yang sarana publiknya sangat 'sederhana' ini, yang asal ada tanpa memperhatikan penggunanya, yang masyarakatnya katanya kolektif, bagaimana bisa orang-orang lanjut usia dibiarkan bepergian sendirian. Aneh.

Karena sendirian, saya banyak merenung selama bepergian di tatar Sunda Kelapa itu. Hanya sesekali bercakap untuk memastikan saya tidak akan tersesat di kota sebesar ini. Dan dalam perenungan itu saya menemukan hal-hal baik yang ada di sekitar hal yang 'kurang baik'. Dan hal-hal 'kurang baik' yang bergumul dengan hal-hal baik. Sebenarnya saya ingin menuliskan hal lebih banyak lagi. Tapi cukuplah sampai disini cerita perjalanan saya di tatar Sunda Kelapa itu.

Friday, September 08, 2006

Apresiasi Sastra

Tak mau dicap sebagi sok nyastra memang, hanya ingin memberikan apresiasi pada karya sastra. Pertama kali melihat tulisan kuliah Apresiasi Sastra berikut nilai-nilai akhir peserta kuliah di salah satu sudut gedung di ITB, langsung berpikir " Wah ada juga ya kuliah kayak gini. Boleh juga nih dicoba."

Terus terang bukan karena nilai, walaupun katanya kuliah-kuliah dari Sostek (Sosioteknologi) ITB disebut kejar paket A karena mudah sekali mendapatkan nilai A. Murni karena rasa ingin tahu. Dan juga karena ingin meluaskan pandangan yang selama ini 'cuma' berkutat dengan perkuliahan Teknik Industri. Hanya itu.

Untuk ukuran mata kuliah 1 semester, kuliah ini sangat padat dalam artian banyak sekali bahan yang akan disampaikan. Meskipun tak akan sedalam bahan yang disampaikan kepada mahasiswa jurusan sastra, tapi cukuplah memberikan pengetahuan 'apa itu sastra' dan 'bagaimana menghargainya'.

Dan untuk mahasiswa yang senang berfilsafat, maka kuliah ini sedikit banyak akan cocok dengan jiwanya. Maka 2 kali pertemuan kuliah ini, kepala saya sangat pusing saat dosen membahas tentang Postmodernism dsb. Atau sekedar mengutip kata Aristoteles : Sastra adalah jalan menuju kebenaran setelah wahyu, filsafat dan ilmu pengetahuan. Pfuih.

Dan sebagai informasi saja, mata kuliah ini diadakan setiap hari Rabu jam 1 siang atau setelah kuliah Jurnalisme Sains dan Teknologi. Mata kuliah yang saya rekomendasikan buat teman-teman yang suka menulis. Lumayan rame meski banyak tugas.