Tuesday, August 30, 2005

poem 4

aku ingin berteriak " meskipun diam tapi aku bisa marah"

-setelah melewati satu hari yang menyebalkan-

Tentang mimpi

Ada seorang teman yang bercerita bahwa beliau bermimpi tentang seorang perempuan yang dalam kehidupan nyata memakai jilbab tetapi dalam mimpi beliau, perempuan tersebut tidak memakai jilbab. Pun saya sendiri tidak tahu apa maksud mimpi beliau tersebut.
Dalam HR Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dari Abu Hurairah ra. dikatakan “Mimpi seorang mukmin merupakan satu perempat puluh enam dari kenabian”. Ini berarti hanya mimpi seorang mukmin yang patut dipertimbangkan, karena merupakan pengkabaran dari Allah SWT. Itupun hanya sebagian kecil saja, yang digambarkan sebagai seperempat puluh enam bagian, dimana sebagian besar telah diberikan pada para nabi. Abu Bakar ra. terkenal sebagai ahli menakwilkan mimpi karena beliau adalah orang yang shidiq (jujur). Beliau pernah bermimpi sedang menaiki tangga bersama Rasulullah SAW, namun berselisih dua anak tangga. Takwil dari mimpi itu adalah beliau akan meninggal dua tahun setelah Rasulullah SAW wafat dan memang demikianlah yang terjadi. sumber : eramuslim.
Saya sendiri pun berkali-kali bermimpi tetapi setelah bangun biasanya tidak ingat atau mengerti apa yang ada di dalam mimpi. Dan biasanya mimpi yang datang merupakan penggambaran dari alam bawah sadar kita (minimal itulah yang saya rasakan). Keinginan, harapan ataupun kecemasan yang kita rasakan dalam alam sadar kita biasanya tertuang dalam mimpi. Bahkan pertanda yang dibukakan oleh Allah kepada kita (tentu saja untuk orang-orang tertentu).
Wallahu a'lam...

Friday, August 26, 2005

I want to listen, not only hear

D**n (kata-kata yang seharusnya diganti dengan Astaghfirullah). Tapi begitulah kira-kira yang ingin saya katakan pada diri saya sendiri. Memang begitu banyak kekurangan yang melekat pada diri saya tetapi yang satu ini sering muncul dan lumayan sulit dihindari. Saya tidak bisa mendengarkan. Bukan tidak bisa mendengar tapi tidak bisa mendengarkan.
Saya tidak termasuk tipe orang yang keras kepala. Tapi untuk pekerjaan yang satu ini yaitu mendengarkan, saya termasuk orang yang bodoh. Seperti salah satu tokoh dalam Harun dan Lautan Dongeng karya Salman Rushdie, yang pikirannya akan melayang saat jam berdentang 11 kali, apapun yang sedang dilakukannya. Begitu juga saya. Saat seseorang berbicara dengan saya, awalnya akan masuk ke otak dan hati. Tapi lama-kelamaan saya tidak bisa 'mendengarkan', apalagi topik yang sedang dibicarakan cukup membosankan. Bahkan pernah dari awal seseorang berbicara dan saya tidak bisa mendengarkan. Parahhhh. Tapi hal itu tidak terjadi setiap saat.
Paling kalau menghadapi kondisi seperti itu, saya akan mencoba fokus kembali kepada sang pembicara, menatap matanya (jika hal tersebut memungkinkan) dan memperbaiki posisi tubuh. Kadang berhasil, kadang tidak.
Semoga Allah yang Maha Mendengar membuka telinga dan hati saya....

Wednesday, August 24, 2005

Mati listrik

Beberapa waktu yang lalu Jakarta mati listrik. Sistem pembangkit Jawa-Bali tidak sanggup memasok daya yang sedemikian besar. Menurut salah satu sumber, konsumsi listrik di Jawa sekitar 80 % dari total konsumsi listrik di Indonesia.
Berbicara tentang listrik yang mati, mungkin yang paling merasakan [kerugian secara materi] adalah pihak industri. Membaca salah satu tulisan teman di milis yang khusus dibuat untuk mahasiswa yang melakukan kerja praktek [bulan juli] di PT Bogasari, perusahaan tersebut terkena imbasnya. Pabrik yang running selama 24 jam tersebut harus berhenti produksi beberapa saat. Dan penulis tidak mengetahui beberapa kerugian akibat padamnya listrik tersebut.
Berbicara soal kerugian, penulis pernah mendengar sebuah perbincangan di salah satu radio Bandung. Pihak PLN mempunyai prosedur penggantian kerugian akibat listrik yang padam. Nah masalahnya, menurut salah seorang pembicara yang merupakan pengurus YLKI, PLN tidak mempublikasikan prosedur tersebut dengan baik. Dan saat kemarin terjadi masalah padamnya listrik, pihak PLN menyatakan bahwa mereka telah mempunyai prosedur klaim penggantian kerugian dan masyarakat dapat menggunakan prosedur tersebut. Semoga pelayanan PLN yang menangani hajat hidup umat ini semakin baik ke depannya.
Sebagai masyarakat salah satu yang bisa dilakukan adalah berhemat dalam pemakaian energi. Mungkin termasuk mengurangi pemakaian komputer terutama untuk mengisi di blog ini. ;p

poem 3

Putih, dingin, lembut, bersih
Hitam, panas, kasar, kotor
Sisi diri menenggelamkan
Mencuat tak tentu
Menyerap segala tanpa tuju
Berjalan, menatap, berpikir
Menyesal, menangis dan berhenti
Berdiri....

-for my soul-

poem 2

Rasakan, ini adalah keindahan
Kebaikan, tulus
Kecantikan, anggun
Rasa terpadu dalam hati
Menyeruk ke relung kosong
Apakah memang kosong?
Rembeskan ke dalam
rasakan dinginnya

-untuk hatiku yang keras-

poem 1

semburat cahaya dingin menyentuh wajah kotor
ribuan keindahan bertabur di mata
aku tak menyangkal, itu adalah kecantikan
keindahan yang terpancar

memaku, menatap
sederhana
itu yang aku lihat

sebuah tamparan lembut
menyadarkan, itu adalah kesalahan
meyakinkan, itu tidak boleh dilakukan sekarang
memejam, menutup hati
aku akan memberikan suatu saat nanti

-for someone of my future-

Sampah (eps. mahasiswa tk akhir)

Sekarang sudah masuk tingkat 4. Itu berarti kalau lancar, saat ini adalah tahun terakhir kuliah di ITB. Pingin rasanya nglakuin sesuatu yang belum pernah dilakuin selama kuliah di kampus. Sesuatu yang baru, sesuatu yang besar atau sesuatu yang gila. Tapi apa ya?
Sekarang sudah masuk tingkat 4. Rasanya udah tua gini. Padahal kan masih muda ;p. Udah punya adik kelas 3 angkatan. hiks....
Sekarang sudah masuk tingkat 4. Itu berarti harus mulai lebih serius masa depan. Apapun itu. Nggak boleh lagi kebanyakan hahahehe meskipun sedikit-sedikit perlu. Udah harus mulai mikirin habis kuliah S1 mau kemana. Pokoknya serius.
Sekarang sudah masuk tingkat 4. Apa lagi ya?
May 4JJI show me better way. Amin

OSKM

OSKM, Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa ITB. Sebuah kaderisasi massal yang ditujukan untuk semua mahasiswa baru ITB yang diadakan oleh Keluarga Mahasiswa ITB. KM ITB, jika di universitas lain mungkin lebih dikenal dengan sebuatan BEM.
Sejak kuliah sampai sekarang, penulis telah mengalami atau paling tidak melihat 4 OSKM. OSKM 2002, penulis sebagai peserta. OSKM 2003, penulis hanya sebagai penonton. OSKM 2003 penulis ditunjuk menjadi mentor agama. Dan yang terakhir ini, OSKM 2005, peran penulis seperti OSKM 2004. Dan kalau tidak terjadi apa-apa, maka penulis akan masih melihat OSKM 2006 tahun depan.
Sebuah acara yang tiap awal tahun menghabiskan begitu banyak energi. Jumlah panitia yang ratusan, kemudian dana yang dikeluarkan tidak bisa dikatakan sedikit. Bayangkan saja. Jumlah peserta OSKM sekitar 2000 orang, dan setiap hari pihak panitia OSKM menanggung makan siang peserta (plus panitia). Nah kalau setiap bungkus berharga Rp 3000 maka dana yang harus dikeluarkan berapa. Belum lagi untuk logistik, obat-obatan dan sebagainya. Meskipun penulis tidak mempunyai data yang tepat berapa jumlah dana yang dihabiskan untuk OSKM tahun ini.
OSKM mungkin dipandang sebagai ospek sebagaimana yang ada di kampus lain. Mungkin benar, mungkin juga tidak. Yang jelas sejak 2002, OSKM merupakan acara yang legal, dalam artian diketahui, disetujui dan didukung oleh pihak rektorat. Terlepas dari seperti apa pelaksanaannya.
OSKM merupakan sebuah proses kaderisasi. Mengenalkan mahasiswa baru kepada dunia kemahasiswaan dan kampus. Sebagai upaya kaderisasi, tentu saja ada nilai-nilai yang ingin disampaikan pada manusia yang dikader. Melihat pelaksanaan 4 OSKM ini, penulis melihat bahwa nilai yang disampaikan tidak berbeda jauh, mungkin hanya berbeda pada titik tekan. Melihat potensi diri sebagai mahasiswa, lalu mencoba mengenali masalah yang ada di masyarakat sekitar, kemudian melakukan kontribusi nyata untuk menyelesaikan masalah yang ada. Mungkin begitu yang penulis kenali tentang materi OSKM. Intinya kontribusi.
Satu hal yang unik dari OSKM adalah seremoni pembukaan dan penutupan. Mungkin kalau dilihat seperti pasukan perang yang ada di film kolosal. Bayangkan saja, 2000an orang berkumpul di satu tempat, ditambah panitia OSKM yang sebagian membawa panji-panji dan bendera. Sang komandan lapangan yang berteriak di depan peserta. Lalu diiringi dengan dentuman musik instrumen, biasanya karangan Kitaro atau musik instrumen lainnya. Penampilan akustik yang membawakan lagu kampus, Mentari dan lagu kampus lainnya.
Semoga dengan OSKM yang menghabiskan begitu banyak energi tersebut mampu membangkitkan kesadaran mahasiswa ITB tentang keberadaannya di tengah masyarakat dan atas kewajibannya untuk memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat. Semoga...
Untuk Tuhan, bangsa dan almamater. Merdeka !!!!

Saturday, August 13, 2005

hampa

terbuka, kosong
tanyaku belum terjawab
membungkus bodohku dalam luka
menghempas pikirku dalam ruang hampa
termenung, berdiri
menatap segala tampak kosong
akankah pandangku menyentuh sesuatu
ataukah akan tetap sama?

Friday, August 05, 2005

Cinta

Aku ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

(Sapardi Djoko Damono, 1989)

Apakah memang sesederhana itukah mencinta? Bisa jadi. Tapi apakah cinta itu sederhana? Sepertinya memang tidak. Sebuah kata yang tidak akan habis diulas. Dan kata itulah yang konon memberikan inspirasi pada pengarang cerita ataupun lagu. Meskipun sering saya rasakan makna yang dibentuk menjadi begitu dangkal. Ahhh...

Sering hanya dimaknai rasa suka dua lawan jenis. Memang tidak salah menerjemahkannya seperti itu tetapi cinta memang tidak sedangkal itu.

Allah memberikan cintaNya kepada makhluk tanpa putus. Rasululullah saw sampai menangis karena kecintaan pada umatnya. Ayah & Bunda kita memberikan cintanya agar kita menjadi anak yang sholeh. Demikian juga keluarga kita yang lain, sahabat kita, guru kita dan manusia lainnya.

Sungguh merugi apabila cinta hanya dimaknai dengan hubungan antara dua jenis yang bahkan belum dibingkai dengan ikatan suci. Sunggguh merugi apabila bukan kecintaan Allah yang paling utama. Sungguh merugi apabila kecintaan kita kepada tokoh melebihi kecintaan kita pada Rasulullah saw. Sungguh merugi apabila kita tidak bisa membalas cinta Ibu Bapak kita. Dan orang-orang yang mencintai kita dengan tulus.

Dan juga cinta kepada manusia yang diciptakan dari tulang rusuk Adam. Dan tentu saja telah diikat dengan 'perjanjian yang berat'. It means our soulmate. Seseorang dimana kita bisa menyempurnakan setengah agama kita. Seseorang yang menjadi teman hidup kita. Seseorang yang mencintai kita karena Allah dan kita mencintainya karena Allah. Sekarang saya hanya berpikir 'seseorang'.


Ya Allah karuniakanlah rasa cinta kepadaku agar aku dapat mencintaiMu
Karuniakanlah kepadaku manusia-manusia yang mencintaiMu, mencintaiku karenaMu dan aku mencintainya karenaMu

Thursday, August 04, 2005

Nice to meet me

Seringkali kali saya tidak tahu apa yang benar-benar saya inginkan. Seringkali melakukan sesuatu karena keadaan atau karena biasa melakukannya. Bukan sekedar keinginan. Tetapi keinginan yang apabila dilakukan akan menimbulkan semacam kepuasan. Self actualization. Sampai kita bisa mengatakan Gila Gue Banget Nih.

Tidak jarang kita melakukan sesuatu karena hal itu dibutuhkan oleh sekitar kita. Maka kita akan sering kompromi dengan hal-hal semacam itu. Apabila sesuatu yang dibutuhkan oleh sekitar kita yang diwujudkan oleh tindakan kita itu memang seperti yang kita inginkan, sepertinya tidak jadi masalah. Begitu pula bila sebaliknya. Karena masalah keinginan akan berkaitan dengan pola pikir, sikap yang ada di dalam masing-masing diri manusia. Dan pola pikir terbentuk dari akumulasi persepsi-persepsi yang diterima oleh masing-masing manusia. Bahkan tidak jarang kita
merasa terpaksa (dipaksa) untuk melakukan sesuatu.

Orang yang paling baik adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Begitulah Rasulullah SAW menyontohkan pada kita. Maka sudah sepantasnya kita berusaha untuk melakukan banyak hal bagi orang lain. Dan kita melakukannya karena keinginan kita bukan hanya sekedar penggugur kewajiban. Melakukan sesuatu untuk orang lain sebagai bagian dari aktualisasi diri kita.

Di antara sekian banyak sekat yang ada dalam kehidupan kita, kita mempunyai kehidupan pribadi. Sebuah sekat yang benar-benar kita miliki sendiri. Atau bahkan mungkin bisa dibagi dan bermanfaat bagi orang lain. Sebuah sekat yang kita bentuk
sesuai dengan keinginan kita. Masih ingat tausiyah dari Kang Firman saat mengisi ta'lim kelas. Bahwa manusia mempunyai ruang masing-masing. Dan ruang itulah yang harus ditemukan dan diisi oleh masing-masing manusia. Dan ruang itu adalah unik. Setiap kita dianugerahi oleh Allah berbagai potensi yang berbeda dan unik. Dan potensi itulah yang akan mendorong kita menemukan ruang yang cocok untuk kita. Saat memasuki ruang yang salah kita akan merasakan kekeringan. Kita akan merasakan bahwa diri kita bukanlah diri kita yang sebenarnya. Dan saat kita menemukan ruang yang memang 'diciptakan' untuk kita, kita akan dapat mengatakan 'nice to meet me'.

I wanna think
I wanna read
I wanna write
nice to meet me......

Tuesday, August 02, 2005

Catatan seorang aksel

Aksel adalah sebutan yang biasa dipakai teman-teman saya sekarang untuk memanggilku. Memang tidak terlalu sering dipakai tetapi kadang cukup membuat risih. Berawal dari pengakuan saya bahwa saya adalah salah satu lulusan SMU program akselerasi sebuah SMU swasta yang ada di Bekasi. Hal yang membuat saya terkadang merasa kurang sreg dipanggil aksel adalah [meskipun nggak bego-bego amat, tapi] aku bukan seorang jenius. Itu saja.
Kenapa bernama akselerasi, sayapun tidak tahu. Sepengetahuan saya akselerasi adalah perubahan kecepatan per satuan waktu (pengertian dalam konteks fisika). Untuk dapat melewati masa SMU ‘hanya’ ditempuh dalam dua tahun dan bukannya tiga tahun seperti program SMU yang ‘konvensional’. Berbicara tentang kata akselerasi sendiri, menurut saya tidak ada yang dipercepat dalam pendidikan pada program akselerasi. Karena memang dari awal program, speed yang dipasang memang berbeda. Beban pendidikan yang pada umumnya diberikan dalam 3 tahun, harus dikompres, diperas menjadi 2 tahun. Bahan (materi) pengajaran yang diberikan persis sama dengan yang diberikan di SMU ‘biasa’, hanya saja disajikan dengan lebih kilat.
Terdapat beberapa kritik tentang pendidikan yang memakai program akselerasi. Sebuah kritik diberikan oleh J. Drost dalam esai-esai pendidikan yang ditulis oleh beliau. Bahwa segala jenis pendidikan yang dilakukan dengan tidak alami akan menghasilkan ‘sesuatu’ yang kurang baik. Termasuk akselerasi. Mungkin beliau menganggap bahwa yang alami adalah SMU dengan masa tempuh 3 tahun. Tetapi beliau belum memberikan penjelasan lebih jauh tentang pendapatnya tersebut.
Terlepas dari kritik di atas, sebagai seorang aksel dimana sekolah saya adalah salah satu sekolah yang pertama kali memakai program ini dan saya adalah angkatan ke 3 program akselerasi, terdapat beberapa kelebihan, keenakan, kekurangan, ketidaknyamanan (atau apapun namanya) yang saya rasakan selama 2 tahun menempuh program ini.
Kekurangan atau ketidaknyamanan yang saya rasakan antara lain adalah:
Pertama. Beban pendidikan yang cukup (atau sangat) berat. Bayangkan saja, bahan yang normalnya diberikan dalam 3 tahun harus dicerna dalam 2 tahun. Saat dulu masih memakai sistem cawu, tahun pertama terdiri dari 5 cawu dan tahun kedua terdiri dari 4 cawu. Pernah merasakan 1 cawu di sekolah ‘normal’ sebelum memutuskan untuk pindah ke sekolah ‘aneh’ ini. Merasakan perbedaan yang signifikan dalam kecepatan pengajarannya. Di sekolah aneh ini, 1 bab bisa diselesaikan dalam 1 kali pertemuan atau 2 jam pelajaran. Pfuihh… Dengan beban pendidikan semacam itu rasanya hidup hanya untuk belajar di sekolah. Kan belajar nggak hanya di sekolah kan. Tapi nggak sih. Karena sekolah cuma sampai hari jum’at maka week end bisa dipakai maen sepuasnya.
Kedua. Program ini sedikit banyak mempengaruhi gaya belajar saya [sekarang saya seorang mahasiswa]. Karena diberikan dengan sangat kilat, maka harus diimbangi dengan gaya belajar yang kilat pula. Memang di kelas diskusi tentang materi yang diajarkan juga berlangsung, tetapi tidak bisa dikupas dengan lebih mendalam. Lebih sering terasa seperti ngejar setoran.
Ketiga. Dengan berbagai ketidaknyaman yang dirasakan, maka beberapa dari kami memutuskan untuk cepat keluar dari sekolah ini. [Kalau hal ini memang hanya bercanda, mana mungkin bisa keluar lebih cepat, kalau nggak di-DO]. Hanya saja memang dirasakan. Membuat suasana SMU yang [katanya] seharusnya menjadi masa yang paling indah, tidak bisa dirasakan. Hiks…
Keempat. [Memang benar-benar baru terpikirkan sekarang]. Saat mengikuti program tersebut rasanya tidak mendapatkan feedback dari pihak sekolah tentang kondisi ‘kejiwaan’ kami. Memang sih di sekolah saya dulu terdapat seorang psikologi tetapi itupun hanya melakukan tes psikologi saat awal sebelum masuk program ini dan saat menjelang ujian akhir. Itupun hasilnya tidak diberikan. Pernah diskusi hanya tentang jurusan yang dipilih saat kuliah nanti. Karena terus terang saya masih merasa seperti anak kecil [kalo ini nih emang pribadi ;p]
Disamping terdapat ketidaknyamanan yang dirasakan sebenarnya sangat banyak kelebihan yang saya rasakan dengan program ini.
Pertama. Hemat waktu. Kalau bisa dalam dua tahun kenapa mesti tiga tahun. Hasilnya lulus lebih cepat daripada teman-teman yang dahulu sama-sama berjuang di SMP dan masuk kuliah lebih cepat [tapi lulusnya belum bisa dijamin lebih cepat]. Apalagi dahulu ikut program ini dengan gratis. Tanpa bayar sepeserpun. Siapa coba yang nggak mau barang gratisan.
Kedua. Yang kedua ini lebih bersifat ke sekolahnya. Dahulu di sekolah saya memakai asrama. Dengan asrama ini saya cukup terbiasa hidup mandiri [tetapi nggak juga sih karena makan disediain, pakaian dicuci dan disetrikain hehe]. Bisa kenal banyak orang dari bangun tidur sampai tidur lagi plus kebiasan dan sifat-sifatnya. Fasilitasnya lumayan mendukung [lagi-lagi barang gratisan tapi bagus…]. Di sekolah ini ilmu agama juga diperdalam. Guru pengajarnya saya rasakan cukup kompeten dan bersedia diajak diskusi. [Saya pernah punya pengalaman pas masih sekolah di sekolah ‘biasa’, pernah berdebat sama gurunya, tetapi gurunya keukeuh gak mau ngalah padahal saya pake referensi huhh]. Pernah juga, kalo sedang bosan kelas bisa dipindahkan ke taman atau ke masjid [maksudnya cuma ngajarnya doank, gak sampe bawa meja dan kursi].
Yah terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang dirasakan pada program akselerasi oleh seorang aksel seperti saya ini, program seperti ini memang harus terus dikaji ulang agar menjadi program yang lebih baik. Karena program ini telah lama merembet sampai ke tingkat SD, maka perlu terus diperbaiki agar tujuan pendidikan yang mendewasakan manusia tidak menjadi pendidikan yang membebani dan mengerdilkan manusia. Hidup aksel………